
Bangkalan, Maduracorner.com – Pembahasan ahl al-sunnah wal al-jamaah (Aswaja) dalam “Materi Muktamar ke-33 NU” disinyalir tidak sesuai dengan ajaran yang selama ini menjadi pegangan Nahdlatul Ulama (NU). Dugaan penyimpangan tersebut membuat resah para ulama pesantren.
Keresahan ini, direspon kaum Nahdliyin melalui forum PWNU lintas wilayah yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Syaichona Kholil Demangan, Kamis (3/9/2015).
Dalam forum tersebut dihadiri sejumlah kiai-kiai pesantren bersejarah. Diantaranya, dari pesantren Tebuireng Jombang dan pesantren Asembagus Situbondo.
“Kami berkumpul disini membahas tentang dugaan penyimbangan itu, karena ini meresahkan. Untuk poin apa saja yang diduga menyimpang itu KH. Khofifuddin yang menguasai. Kami ingin mengembalikan NU kepada Khittahnya,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, KH. Salahudin Wahid.
Menurut Gus Solah sapaan akrabnya, masalah Khasaish Aswaja menjadi persoalan penting bagi para ulama NU dan kiai pesantren. Aswaja adalah dasar dari organisasi NU. Boleh dibilang seperti kedudukan Pancasila bagi Republik Indonesia.
“Begitu pentingnya Aswaja bagi kiai-kiai pesantren, sehingga para ulama bisa menjawab upaya pembelokan ajaran melalui gerakan budaya untuk menentang hasil Bahtsul Masa’il tentang Khasaish Aswaja itu,” tegasnya.
Jangan sampai kata Gus Solah sinyalemen penyimpangan terhadap ajaran NU yang dilakukan dalam muktamar yang bermasalah, diabaikan dan disahkan oleh Pemerintah.
“Ini sama saja dengan membiarkan terjadinya perubahan pancasila tanpa yang dilakukan sidang MPR yang bermasalah,” tandasnya. (hery)
Penulis : Doni Heriyanto
Editor : Achmad