Ketupat tidak lepas dari perayaan Idul Fitri. I Oleh : Agus Lempar
Maduracorner.com.Bangkalan – Dalam perayaan idul fitri, tentunya di situ ada satu hal yang tidak pernah pisah dari perayaan ketupat lebaran. Istilah tersebut telah menjamur di semua kalangan umat islam terutama di Pulau Madura. Di Madura Kupatan lebih di kenal dengan Tellasen Topa’ yang di peringati setiap tanggal 7 pada bulan Syawal, yang tujuannya merayakan kemenangan setelah melaksanakan puasa Syawal.
Ketupat atau kupat sangatlah identik dengan Hari Raya Idul Fitri. Buktinya saja dimana ada ucapan selamat idul fitri tertera gambar dua buah ketupat atau lebih. Apakah ketupat ini hanya sekedar pelengkap harai raya saja ataukah ada sesuatu makna di dalamnya?
Sejarah Ketupat. Ketupat sendiri berasal dari budaya Jawa Adalah kanjeng Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat jawa. Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali BAKDA, yaitu bakda lebaran dan bakda kupat. Bakda kupat dimulai seminggu sesudah lebaran. Pada hari yang disebut BAKDA KUPAT terswebujt, di tanah jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat menganyan ketupat dari daun kelapa muda.
Setelah selesai dianyam, ketupak diisi dengan beras kemudian dimasak. Ketupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, sebagai lambang kebersamaan.
Arti Kata Ketupat. Dalam filosofi jawa, ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Laku papat artinya empat tindakan.
Ngaku Lepat. Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khusunya orang tua.
Laku Papat. Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran. Empat tindakan tersebut adalah: 1. Lebaran. 2. Luberan. 3. Leburan. 4. Laburan.
Maksud dari keempat tindakan tersebut, adalah ; lebaran, dari kata lebar yang berarti selesai. Ini dimaksudkan bahwa 1 Syawal adalah tanda selesainya menjalani puasa, maka tanggal itu biasa disebut dengan Lebaran. Lalu luberan, berarti melimpah, ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah, sehingga tumpah ke bawah. Ini simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sodaqoh dengan ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari tempayan tersebut. Kemudian leburan, maksudnya adalah bahwa semua kesalahan dapat lebur (habis) dan lepas serta dapat dimaafkan pada hari tersebut. Yang terakhir adalah laburan. Di Jawa, labur (kapur) adalah bahan untuk memutihkan dinding. Ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin. Jadi, setelah melaksanakan leburan (saling maaf memaafkan) dipesankan untuk menjaga sikap dan tindak yang baik, sehingga dapat mencerminkan budi pekerti yang baik pula.
Makna Topa’ Bagi Masyarakat Madura
Dalam Budaya Madura Makna dari Topa’ sendiri juga memiliki Filosofi Rato se Empa’ yang memiliki arti Empat Orang yang harus di hormati yaitu : Buppa’ (Bapak), Bebu’ (Ibu), Guru (Yang memberikan Ilmu), Rato (Pemimpin/Pemerintah).. Sehingga Dapat Tercipta Saling Menghormati dalam kebersamaan… Subhanallah, betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan agama Islam dengan menumbuh-kembangkan budaya sekitar, seperti tradisi lebaran dan hidangan ketupat ini yang mempunyai makna dan filosofi yang begitu dalam. Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim harus memulyakan budaya / ajaran yang telah disampaikan para wali di Indonesia tersebut, agar kita bisa menjadi seperti ketupat yang bermanfaat dan mempunyai makna dalam hidup yang kita jalani ini. Amin…(Agus Lempar)