Memanifestasikan kepatuhannya. By : An – Agus Lempar
Maduracorner.com.Bangkalan – Bhuppa’ bhâbhu’ ghuru rato.makna ungkapan itu adalah kepatuhan dan rasa hormat orang Madura secara khusus pada figur-figur utama. Orang Madura pertama-tama harus patuh dan taat pada kedua orang tuanya, kemudian pada guru (ulama), dan terakhir pada rato (pemimpin formal atau biasa disebut birokrasi). Artinya, dalam kehidupan sosial budaya orang Madura terdapat kepatuhan terhadap figur-figur utama secara khusus yang sudah seharusnya dilaksanakan. Sebagai aturan tidak tertulis yang mengikat setiap orang Madura maka pelanggaran atau paling tidak apabila melalaikan aturan itu akan mendapatkan sanksi sosial sekaligus kultural.
Kepatuhan pada kedua orangtua sudah sangat jelas dan tegas bahkan tidak dapat ditawar-tawar, apalagi digugat. Durhakalah jika seorang anak sama sekali tidak patuh pada kedua orangtua kandungnya. Bahkan saya yakin, di masyarakat dan kebudayaan manapun, kepatuhan seorang anak pada kedua orangtua kandungnya adalah mutlak. Mungkin yang berbeda hanya dalam hal cara bagaimana dan dalam bentuk apa seorang anak memanifestasikan kepatuhannya selama menjalani jalur kehidupannya di dunia yang fana ini. Kemutlakan ini sama sekali tidak terkendala atau dalam arti ditopang sepenuhnya oleh aspek genealogis. Artinya, jika pada saat ini seorang anak patuh pada kedua orangtua kandungnya maka ada saatnya pula anak itu harus menjadi figur yang harus dipatuhi anak kandungnya ketika yang bersangkutan telah menikah dan mempunyai anak pula kelak. Jadi ada semacam siklus yang berkesinambungan.
Sementara sosok rato adalah sosok pemimpin dalam kehidupan tatanan masyarakat yang ada sehingga dalam kehidupan sosial bisa tercipta kerukunan dan kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari…
Bagaimana dengan kepatuhan orang Madura pada figur guru ???
Sebagai orang yang memberi ilmu baik ilmu dunia maupun Agama sosok guru sangat mempengaruhi langkah kita selanjutnya dalam kita sebagai mahluk individu maupun kita sebagai mahluk social Oleh karena peran dan fungsi guru lebih pada tataran moralitas dan masalah-malalah ukhrowi (morality and sacred world) maka kepatuhan orang Madura sebagai penganut agama Islam yang taat tentu saja tidak bisa dibantah lagi. Namun, apakah ada siklus yang berlaku sama seperti kepatuhan pada figur kedua orangtua? Tentu saja tidak. Sebab, tidak semua orang Madura memiliki kesempatan yang sama untuk dapat menjadi figur guru. Meskipun banyak anggapan bahwa figur guru dapat diraih oleh seseorang karena faktor genealogis (keturunan). Namun demikian, pada kenyatannya tidak semua keturanan (anak kandung) dari figur guru akhirnya mengikuti jejak orang tua kandungnya. Ini artinya, pada tataran ini makna kultural dari ungkapan bhuppa’ bhabbhu’ ghuru rato masih belum memberi ruang dan kesempatan lebih luas pada orang Madura untuk mengubah statusnya sebagai orang yang harus selalu patuh dan menghormati!
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2014…