Hidupi Keluarga, Ibu 2 Anak Rela Mengayuh Becak

Satiyah saat dijumpai tengah mengayuh becak dan membeli air galon dijalan Halim Perdan Kusuma Bangkalan.foto : aryan/mc.com
Satiyah saat dijumpai tengah mengayuh becak dan membeli air galon dijalan Halim Perdan Kusuma Bangkalan.foto : aryan/mc.com

Menggantikan Profesi Suaminya | Oleh : Aryan
Maduracorner.com,Bangkalan – Abang becak akrab kita sebut untuk menyapa orang yang berprofesi tukang kayuh becak. Sudah barang tentu sebutan abang ini karena alasan bahwa tukang kayuh becak ini dilakukan orang dengan gender laki-laki. Tapi bagaimana jika profesi itu dilakoni oleh kaum hawa ? apakah sebutan abang masih berlaku ?

Memang sedikit ganjil jika profesi tukang kayuh becak itu dilakukan oleh kaum perempuan. Namun karena suatu dorongan motivasi, profesi tukang kayuh becak ini menjadi lumrah dilakoni oleh seorang ibu rumah tangga.

Seperti yang ditemukan di Bangkalan, seorang ibu rumah tangga, Satiyah (38) harus menggantikan profesi suaminya sebagai tukang kayuh becak lantaran mengalami sakit ashma. Perempuan yang sudah 10 tahun menempati rumah kontrakan kecil berukuran 6×4 meter persegi di kampung Junok kelurahan Tonjung kecamatan Burneh, Bangkalan itu sejak pukul 06.00 wib pagi harus mengayuh becak. Karena dia memiliki tanggungan untuk mengantarkan penumpang langganan yang mayoritas pelajar dan guru.
”Saya terpaksa gantikan posisi suami sebagai pengayuh becak karena sudah sebulan ini sakit asmanya kambuh,” ujar Satiyah saat dijumpai tengah mengayuh becak di Jalan Halim Perdana Kusuma, Sabtu (14/9).

Dia juga menuturkan, mengayuh becak bukanlah hal yang sulit dia lakukan. Apalagi aktivitas ini bukan yang pertama kalinya. Satiyah mengaku sejak 2 tahun silam dia sudah terbiasa mengayuh becak.

“Suami saya punya langganan tetap mengangkut siswa SD sebanyak 5 keluarga. Pukul 6.00 -7.00 nganter dari Junok ke SD Pejagan 05,SD Pejagan 06 dan SMPN 1 Bangkalan. Jemput dan nganter pulang pukul 13.00-14.00. Termasuk menjemput dan mengantar pulang langganan guru perempuan SMAN 1 Bangkalan ke kampung Ketengan,” ungkap Satiyah.

Dari ‘profesi’ itu, dalam setiap bulannya Satiyah mengaku menerima upah antara Rp250 ribu – Rp300 ribu untuk setiap pelanggannya. Selain mengayuh becak, Satiyah juga memiliki pencaharian sampingan sebagai tukang cuci pakaian.

“Alhamdulillah pak dari upah antar jemput dan tukang cuci pakaian, penghasilan saya dalam sebulan mencapai Rp 1,5 – Rp 1, 75 juta. hasil inilah yang dia gunakan untuk membiayai kedua anaknya di bangku masing-masing di bangku SD dan SMP. Sisanya dibuat membeli obat suaminya,” pungkasnya.(yan/krs)

Pos terkait