Tempat ibadah bagi penganut Tridharma. By : Raden Mas Achmad Syafii – An
Maduracorner.com.Bangkalan – Dalam sejarah kehidupan masyarakat Bangkalan, warga keturunan Tionghoa telah banyak ikut serta dalam pembangunan di Bangkalan, terutama di sektor perekonomian. Meskipun kadang sentimental RAS (SARA) membungkam bahkan mengubur dalam-dalam akan kiprah mereka. Jika kita mau mengakuinya, tidak sedikit pejuang kemerdekaan yang berasal dari warga Tinghoa. Mereka ikut angkat senjata, mengorbankan nyawa demi sebuah kemerdekaan bagi Negara Indonesia. Kali ini kita akan mencoba mengupas tentang sejarah keberadaan warga Tiong Hoa di Bangkalan dengan salah satu peninggalannya yaitu Klenteng Eng An Bio (Tri Dharma). Jika ada kekurangan mohon bantuannya untuk koreksi.
Klenteng Eng An Bio merupakan salah satu dari tiga klenteng tua yang berada di Pulau Madura. Dua lainnya berada di Pamekasan KELENTENG KWAN IM KIONG dan Sumenep KELENTENG PAO SIAN LIAN KONG. Klenteng Eng An Bio terletak di Jalan Panglima Sudirman 116 Kelurahan Pejagan, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur, atau tepatnya berada di depan Wisma Koperasi PKP-RI Kabupaten Bangkalan, dan masih satu kelurahan dengan lokasi benteng Erfprins.
Klenteng ini didirikan oleh Ong Ki Chai pada tahun 1805 setelah mendapat hibah berupa tanah dari Kapiten Tan Kuang Pang, seorang pimpinan orang Tionghoa di Bangkalan pada masa penjajahan Belanda. Bangunan klenteng ini pada awalnya masih sederhana dan tidak seluas sekarang ini, karena klenteng ini tidak dibangun secara bersamaan melainkan dibangun dan diperluas secara bertahap oleh para umatnya.
Sekilas dari luar, tempat ibadah itu sangat tertutup. Bila tidak ada jadwal sembahyang, pintu gerbangnya tidak terbuka lebar. Masuk ke dalam klenteng tersebut, ternyata klenteng itu memiliki halaman yang luas di bagian dalam (dari depan kecil setelah ke dalam melebar). Di dalamnya terdapat dua aula besar di bagian belakang, yaitu di sisi utara maupun selatan. Aula tersebut biasa dipakai untuk pertemuan, senam, latihan Kung Fu maupun kegiatan lainnya.
Klenteng yang lahannya berukuran ± 435 m² ini merupakan tempat ibadah bagi penganut Tridharma yang terdiri atas pemeluk agama Khonghucu, Tao maupun Buddha. Dewa utama yang dipuja dalam klenteng tersebut adalah Hok Tek Cheng Sin alias Dewa Bumi, karena lokasinya yang berada di pemukiman padat. Selain itu, ada Dewa Bahari (biasa disembah kaum nelayan), Kwan I Kong (dewa yang biasa disembang kaum pedagang) dan Kong Tik Cun Ong (dewa tabib/pengobatan). Sedangkan di sebelah utara ruang utama persembahyangan terdapat altar yang dipergunakan untuk menyembah Dewi Kwan Im (Dewi Welas Asih). Kedudukan Dewi Kwan Im mempunyai derajat lebih tinggi dibandingkan dewa lainnya, dan berada setingkat lebih rendah dari Sang Buddha.
Untuk memulai peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, biasanya umat klenteng tersebut mengawalinya di tempat dupa besi (hio lo) yang berada di depan pintu masuk ruangan utama. Setelah itu, sembahyang dilakukan dihadapan para Sin Bing (dewa-dewa yang disucikan).
Warna merah dalam kebudayaan China melambangkan kekuasaan, vitalitas, kebahagiaan, keberuntungan atau keselamatan, juga bertujuan mengusir kekuatan atau energi negatif
Warna kuning keemasan melambangkan kehangatan, kemakmuran, kesejahteraan, kekayaan dan kebahagiaan. sebenarnya warna tema warga Tionghoa tidak jauh berbeda dg madura, merah, hijau, kuning, dan biru…