Pangantan Tandhu, Tradisi Pernikahan Masyarakat Legung

20140311230106BusanaPengantinMadura

Masyarakat Legung memiliki tradisi pernikahan yang unik yang disebut Pangantan Tandhu. Pangantan tandhu bermakna penganten tandu yaitu adat pernikahan Desa Legung Timur yang proses tahapan pelaksanaan mempelai wanita diusung menggunakan tandu (tandhu).

Proses pelaksanaan tradisi ini melibatkan dukungan ratusan orang. Hal ini karena prosesi ini dilaksanakan dalam tiga hari yang meliputi tiga tahap yaitu tahap persiapan, inti pelaksanaan pernikahan dan tahap akhir pelaksanaan pangantan tandhu. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu diawali dengan kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan temuan, tahap-tahap penelitian. Penelitian ini menggunakan sumber-sumber utama berupa wawancara dan observasi serta dokumen dari desa berupa dokumentasi foto, data monografi berupa dokumen dari BPS (Badan Pusat Statistik ).

Pada masyarakat yang masih menjunjung tinggi adat leluhurnya, perubahan besar dalam fase kehidupan seseorang ditandai dengan upacara adat. Upacara adat tersebut sebagai permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar orang tersebut dalam kehidupan baru mendapat perlindungan, keselamatan dan keberkahan. Dalam upacara tersebut hubungan antara manusia dengan Tuhan selain diungkapkan melalui doa juga melalui simbol-simbol. Dalam simbol-simbol tersebut terkandung nilai-nilai luhur yang apabila diresapi menjadi pedoman bagi orang yang bersangkutan dalam mengarungi kehidupan berikutnya. Pernikahan adalah salah satu fase kehidupan manusia yang membawa berbagai perubahan dalam kehidupan seseorang, baik berubah secara individual maupun hubungannya dengan orang tua dan masyarakat di sekitarnya.

Pernikahan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang berpengaruh dan cukup penting bagi masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan diselenggarakannya upacara-upacara menjelang ritus peralihan dari masa remaja ke masa hidup berkeluarga. Masyarakat menganggap bahwa upacara untuk merayakan ritus berkeluarga ini memiliki fungsi sosial yang penting yaitu untuk menyatakan kepada khalayak ramai tingkat hidup yang baru telah dicapai oleh individu.

Penyelenggaraan pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang sangat enting dalam adat istiadat masyarakat Sumenep. Kabupaten Sumenep memiliki potensi wisata yang sangat besar. Keadaan tersebut menjadikan Kabupaten Sumenep memiliki karakteristik yang unik (Dinas Pariwisata, 2000:1-5). Beberapa produk budaya di Kabupaten Sumenep antara lain: kerapan sapi, sape sono’, tan-Pangantanan, kesenian ludruk, saronen, orkes tongtong, musik gamelan (klenengan), mamaca (macapat), ojhung, tarian muang sangkal, upacara adat nyadar, upacara pernikahan, upacara adat pengantin ngekak sangger dan upacara petik laut. Semua hasil tersebut, menunjukkan bahwa masyarakat Sumenep sangat menghormati leluhurnya dan memiliki karakteristik dalam pengembangan budaya.

Salah satu daerah Kabupaten Sumenep yang masih memegang kuat tradisi daerah adalah Desa Legung Timur. Desa Legung Timur merupakan suatu desa di pinggir pantai utara Kabupaten Sumenep yang mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah nelayan. Di desa ini sejak lama memiliki sebuah tradisi pernikahan rakyat yang sangat dikenal dan dibanggakan oleh masyarakat di sana yaitu Pangantan Tandhu.

Istilah Pangantan Tandhu secara harfiah berarti pengantin yang diusung menggunakan tandu, sedangkan pengertian secara lengkap adalah adat pernikahan masyarakat Legung Timur yang setiap proses tahapan pelaksanaan mempelai wanita diusung menggunakan tandu. Tradisi pernikahan ini sangatlah unik karena dalam prosesinya melibatkan ratusan orang (tidak termasuk tamu undangan) serta tradisi pernikahan semacam ini hanya satu-satunya di daerah Sumenep, bahkan di Madura.

Desa Legung Timur terletak di wilayah Sumenep paling utara. Daerah Legung Timur adalah daerah pesisir. Desa Legung Timur memang memiliki karakteristik masyarakat yang unik selain tradisi pernikahannya.

Menurut Chandra (2010: 2) masyarakat Legung Timur dikenal dengan sebutan manusia pasir. Kehidupan dan aktivitas manusia pasir yang terdengar sedikit unik dan mungkin aneh bagi yang baru pertama kali mendengarkan. Bahkan tidur dan memasak pun mereka lakukan di atas pasir. Ada ungkapan “ranjang dipajang, pasir digelar”, artinya di daerah Pesisir kasur hanya menjadi pajangan belaka di kamar atau di rumah karena sejak kecil masyarakatnya memang sudah terbiasa tidur di pasir.

Menurut masyarakat Legung, pasir dipercaya bisa menyembuhkan penyakit. Kebiasaan mereka beraktivitas di pasir bukanlah sesuatu yang disengaja namun merupakan suatu kebiasaan yang tidak disengaja dan akhirnya menjadi aktivitas mereka sehari-hari, selain itu karena tempat tinggal mereka juga di daerah pesisir.

Upacara pernikahan merupakan salah satu tradisi yang bersifat penting dan mengakar di masyarakat. Hampir di semua wilayah , masyarakat adat menempatkan masalah pernikahan sebagai urusan keluarga dan masyarakat. Upacara-upacara adat itu dapat berlaku sejak dilakukannya ketika lamaran, pelaksanaan pernikahan ataupun sesudahnya. Pernikahan bukan semata-mata urusan pribadi yang melakukan pernikahan itu. Di kalangan masyarakat umumnya tidak cukup hanya melakukan pernikahan menurut ketentuan agama saja, melainkan dengan melaksanakan upacara adat baik dalam bentuk sederhana ataupun dalam bentuk besar-besaran. Hal itu menunjukkan bahwa upacara pernikahan adalah hal yang sangat penting bagi kalangan masyarakat tertentu dan bahkan menjadi suatu keharusan untuk melaksanakannya.

Istilah pangantan tandhu secara istilah yang digunakan oleh masyarakat desa Legung Timur untuk menyebut pengantin yang diusung menggunakan tandu, sedangkan pengertian secara lengkap adalah adat pernikahan masyarakat Legung, Kecamatan Batang-batang, yang setiap proses tahapan pelaksanaan mempelai wanita diusung menggunakan tandhu atau tandu. Tradisi pernikahan ini sangatlah unik karena dalam

prosesinya melibatkan ratusan orang (tidak termasuk tamu undangan) serta tradisi pernikahan semacam ini hanya satu-satunya di daerah Sumenep, bahkan di Madura. Uniknya lagi, tradisi pangantan tandhu ini tidak mutlak bagi mereka yang melakukan pernikahan (akad nikah) melainkan apabila ada yang bertunangan juga dilaksanakan acara pangantan tandhu yang membedakan adalah pada proses inti pelaksanaan pangantan tandhu itu sendiri.

Penulis : Venita Nurdiana, 2012 Pangantan Tandhu Sebuah Kajian Tentang Tradisi Pernikahan Masyarakat Desa Legung Kabupaten Sumenep dan Nilai Pendidikannya”. Skripsi, Program Studi Ilmu Sejarah Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universiras Negeri Malang”

Tulisan diatas menyalin dari :  http://www.lontarmadura.com

Pos terkait