Maduracorner.com – Sejumlah warga Desa Selok Awar-awar Kecamatan Pasirian Lumajang mengaku pembunuhan Salim Kancil dan Penganiayaan pada Tosan lebih kerjam dari Gerakan 30 September 1965. Pasalnya, aksi kekejaman dilakukan pagi hari jelang siang.
“Kalau Gerakan 30SPKI pada malam hari saat membunuh Jenderal,” kata Rohim, warga Desa Selok Awar-awar, Kamis(01/01/2015).
Menurutnya, aksi kekejian pelaku dilakukan sekitar jam 08.30 WIB, korban dijemput dirumah diarak dijalan desa dan dianiaya di Bala Desa.
“Ngeri mas kalau dengar ceritanya, bahkan banyak warga di Selok yang ketakutan melihat pak Salim saat diarak dipukuli,” terangnya.
Hal senada disampaikan, Anwar warga lainya, aksi kekejaman penganiaya dan pembunuh Salim Kancil dilihat oleh anak-anak sekolah PAUD di Balai Desa. Bahkan, jadi tontonan anak kecil dan ibu-ibu. “Hingga sekarang penganiayaan pada pak Salim masih melekat pada anak-anak PAUD,” jelasnya.
Sahe salah satu warga yang melihat Jenazah Salim Kancil digeletakan dijalan dekat Kuburan seakan-akan membuat teror dan ketakutan bagi masyarakat. “Mungkin mereka pelaku membunu pak Kancil di jalan dekat kuburan desa, dimaksudkan kalau tolak tambang akan mati mengenaskan dan dikubur dipemakaman,” jelas pria dua anak itu.
Ketua PC PMII Lumajang, Muhammad Hariyadi mengaku, aksi kebiadaban pada Salim Kancil melukai rasa aman dan keadilan masyarakat. Karena tindakan pelaku dilakukan pada siang hari dan ditonton warga serta anak-anak PAUD. “G30S malam hari, ini pembunuhan siang hari di ruang publik, bahkan Kantor Desa jadi tempat penyiksaan pak Salim,” terang pria yang juga putra daerah Desa Selok Awar-awar.
Aksi kekerasan berujung pada pembunuhan dikecam keras oleh Bupati Lumajang, Ketua DPRD, Kapolres dan seluruh elemen masyarakat. Ini terbukti banyak aksi solidaritas baik di Lumajang, Jawa Timur dan daerah di Indonesia. “Saya mengutuk keras,” katanya.(har/ted)
Sumber : beritajatim.com
By : Jiddan