Bangkalan, Maduracorner.com, Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) terus mengembangkan potensi alam untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang berada diarea kerja PHE WMO di Kabupaten Bangkalan dengan menggarap lahan terlantar serta lahan tandus untuk dijadikan lahan produktif dengan bercocok tanam.
Dalam program pertanian ini, perusahaan dibawah naungan SKK Migas ini menggandeng pendamping program pertanian. Adapun daerah yang dibidik oleh PHE WMO yakni, Desa Bandang Dajah, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan Madura Jawa Timur.
Relations Manager Regional 4 Indonesia Timur Sub Holding Upstream Pertamina, Iwan Ridwan Faizal menyebutkan, PHE WMO memanfaatkan lahan terlantar ataupun lahan kering, salah satu upaya meningkatkan hasil pertanian atau agraris dengan mengolah lahan yang ada.
“Kita melakukan pertanian agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya yakni dengan menerapkan sistem pertanian hemat air dan organik,”ujarnya.
Menurut Iwan, masyarakat desa Bandang dajah lebih banyak memilih merantau atau sebagai kuli bangunan. Sehingga dari hasil assesment PHE WMO, eksplorasi terkait pertanian dilakukan guna menemukan formula yang tepat.
Labih lanjut Iwan menjelaskan, Sistem pertanian hemat air dan organik yang digagas PHE WMO ini merupakan solusi untuk optimalisasi pemanfaatan lahan terlantar atau kering di Desa Bandang dajah.
“Kedepan kami terus melakukan pengembangan program, penguatan kelompok dan kedepan kami akan mendorong pembentukan kelembagaan berupa Bumdes atau Koperasi,”
Tak hanya itu, pihaknya juga terus mengembangkan program CSR yang sudah berjalan sebelumnya, yakni wisata pantai Labuhan serta konservasi lingkungan diantaranya mangrove dan terumbu karang.
“Seperti di Labuan, kami juga fokus pada kegiatan lingkungan dan pendidikan. Hasil dari konservasi lingkungan di Labuhan sudah dapat dilihat dari kerapatan mangrove yang terus meningkat setiap tahunnya.
Ditempat yang sama, Ketua Kelompok Tani Sangga Buana Desa Bandang Dajah, Jazi mengatakan, sebelum ada bantuan dari PHE WMO, tidak ada yang menanam seperti ini. Kini mereka sudah menikmati panen raya di tahun 2021.
“Adanya hanya tanaman jagung dan kacang ijo. Itu pun setahun sekali, menunggu masa hujan turun,” ungkap Jazi.
Sementara hasil panen saat ini beragam tanaman holtikultura dari lahan demplot kurang lebih selias 5.000 meter persegi akan dijual kepasar kecil diwilayah Bangkalan.
“Alhamdulillah, saya sendiri bisa bertani dengan baik dan dapat ilmunya. Ini bermanfaat bagi masyarakat Bandang Dajah. Sehingga nantinya para pemuda yang menganggur bisa bergabung bahkan warga disini yang merantau bisa tertarik dengan pertanian di desanya pada saat ini,” ucapnya.
Sementara itu, pakar hukum lingkungan hidup Unair Surabaya, Suparto Wijoyo menyebutkan bahwa sebuah CSR harus merefleksikan cinta sesama rakyat dalam perspektif wujud dari demokratisasi keputusan korporasi.
“Harus dekat dengan rakyat dan menjalankan program bersama rakyat, sebab perusahaan mendapatkan sumberdaya berarti mendapat keuntungan secara ekonomi tapi harus berbagi dengan rakyat sehingga itu wujud demokratis. Selain itu, juga harus menjaga lingkungan,” tuturnya.
Selain itu, Suparto menambahkan, CSR PHE WMO tidak hanya terfokus pada pengembangan mangrove dan pertanian semata, seperti halnya yang sedang dilakukan saat ini, tetapi juga harus bisa dikembangkan kepada desa tematik dalam artian pengembangan terhadap produk.
“Seperti membangun kebun mangga, kebun nangka di setiap kampung atau desa sesuai dengan kekayaan lahan masing-masing, sehingga nanti bisa mengolahnya menjadi produk desa atau wisata buah desa,”pungkanya. (Ris)