Sakit Akibat Putus Cinta? Ada Orang yang Lebih Sakit Lho

banner arief siddiq razaan

Bangkalan, maduracorner.com – SEORANG pegiat pacaran kerap mengujarkan kepedihannya saat putus cinta, baginya dengan berakhirnya hubungan kekasih seakan-akan berakhir pula kebahagiaan dalam hidup. Tak jarang akibat putusnya hubungan kekasih, membuat pegiat pacaran kehilangan selera makan, selera mandi, bahkan selera melakukan ibadah. Menyembuhkan luka hati hanya dilakukan dengan deraian air mata, sembari berkata, “Seandainya waktu bisa diputar kembali, aku lebih memilih sendiri daripada harus merasakan sakit seperti ini.”

Tetapi ketahuilah, melihat keadaanmu yang jadi pesakitan akibat patah hati, ada yang merasakan sakit melebihi rasa sakitmu. Orang tuamu pasti menahan beban pikiran saat melihat anaknya menderita, sesal membuncah di dada bersebab tak tahu harus berbuat apa. Mereka yang terlanjur melakukan pembiaran pacaran pasti menyesal karena ceroboh memberi izin anaknya menjalin hubungan kekasih padahal kenyataannya tindakan yang demikian sudah pasti tidak sesuai syariat agama.

Sebagai orang tua, harusnya mengerti bahwa tindakan melakukan pembiaran pacaran bukan hanya menggadaikan anaknya pada sesuatu hubungan kepalsuan. Tidak ada kejujuran dalam hubungan pacaran, sebab pacaran sendiri sebuah kebohongan yang terencana di hadapan Tuhan. Bukankah Tuhan sudah mengingatkan agar menjauhi segala sesuatu yang berpotensi mendekatkan diri pada zina, namun mengapa melakukan sandiwara seakan-akan pacaran hanyalah perbuatan biasa saja selama dalam batas kewajaran.

Tidak ada kewajaran dalam hubungan pacaran, bukankah Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam telah bersabda, “Zinanya mata adalah melihat (sesuatu), zinanya lisan adalah mengucapkan (sesuatu), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (sesuatu), sedangkan alat kelamin membenarkan atau mendustakan itu (semua).

Tidak dimungkiri, niat menjalin hubungan kekasih tentu dimulai dari munculnya birahi yang dimaknai sebagai cinta. Apabila demikian, segala sesuatu yang timbul tentu belandaskan pada nafsu. Cemburu, rindu, kenangan semua didasarkan pada birahi yang sudah menguasai jiwa. Dari itu, jangan mencoba bermain-main dengan cinta sebab pada saat bersamaan dirimu sudah memasuki permainan hawa nafsu yang sukar dikendalikan.

Bila ternyata orang tuamu telah melarangmu pacaran, namun dirimu melakukan tindakan tersebut secara sembunyi-sembunyi maka bisa dipastikan perasaan orang tuamu akan hancur. Kepercayaan yang sudah dititipkan pada anaknya telah dinodai, padahal kalau bukan mempercayai anaknya, kepada siapa lagi menaruh kepercayaan? Cobalah memosisikan diri sebagai orang tua, mereka telah bersusah payah membiayai kehidupanmu, menjagamu, membahagiakanmu dengan kasih sayang namun dengan begitu tega dirimu khianati.

Belum lagi perasaan orang yang kelak menjadi pasangan hidupmu, saat mengetahui orang yang dinikahinya sudah bekas jamahan orang lain. Dirimu saja menginginkan jodoh baik-baik, tetapi mengapa menjerumuskan diri sendiri pada perilaku buruk? Dari itu, sadarlah! Jangan berlarut-larut berkubang dalam derita akibat putus cinta, mulailah benahi kejujuran dalam hidupmu. Capailah cinta secara terpuji dengan memperbaiki kualitas hidup, semoga Tuhan masih memberi kesempatan bagimu dalam meraih kebahagiaan. []

Penulis : Arief Siddiq Razaan, 23 Januari 2016

Sumber : Islampos

By : Jiddan

Pos terkait