SE Pemprop Jatim Tak digubris Pemilik Sapi Kerapan

Kerapan Sapi

Maduracorner.com,Bangkalan– Surat Edaran (SE) pemerintah provinsi Jawa Timur (Jatim) tentang karapan sapi tanpa penyiksaan, dan didukung oleh persatuan olahraga karapan sapi bangkalan (porkesab) tampaknya tak digubris oleh pemilik sapi. Buktinya pada event karapan sapi yang di eks kawedanan Sepulu para pemilik sapi masih memakai versi lama. Dimana sang joki memakai rekeng (tongkat kayu dipenuhi paku pada ujungnya) untuk memacu kecepatan sapi.

Para pemilik sapi berdalih hal tersebut tidak tergolong penyiksaan terhadap hewan. Melainkan, hanya sebatas pemanasan pada sapi. Sebab, setelah dua hari luka sapi akan kering. Sepekan kemudian kulit sapi yang kering akan mengelupas dan sembuh total.

“Kami menilainya secara global. Jika dokter hewan melihat sebuah penyiksaan, itu pandangan mereka. Karena luka sedikit pada sapi dinyatakan penyiksaan oleh dokter hewan,” terang Pemilik Sapi Kerap Kormesem, Ahmad Fauzi, kemarin.

Dijelaskan dia, Karapan sapi memakai versi lama bertujuan untuk menjunjung tinggi kearifan lokal. Dimana melestarikan tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Sehingga budaya yang ada tetap terjaga. “Kami bukannya tidak setuju tentang karapan sapi tanpa kekerasan. Tapi, aturan tersebut perlu disosialisasikan pada masyarakat terlebih dulu. Setidaknya 5 sampai 10 tahun kedepan, baru bisa memakai versi baru,” ungkapnya.

Kepala Desa Kokop itu mengaku, peraturan tentang karapan sapi tanpa penyiksaan masih tahap pengkajian dan revisi. Untuk pagelaran karapan sapi versi lama ini sudah melalui rapat kecil dan disetujui. Dalam rapat tersebut dihadiri bakorwil, DPRD Jatim dan Gubernur Jatim.

“Selain itu, daerah lain seperti Sampang, Pamekasan dan Sumenep masih memakai versi lama. Toh dengan memakai rekeng tidak membuat sapi cedera, melainkan hanya luka. Buktinya setelah dikerap masih bisa lari lagi,” ungkapnya.
Ditanya apakah hal ini suatu yang menyimpang dari kebijakan porkesab? Sebab porkesab mendukung karapan sapi tanpa kekerasan, ia mengaku, dirinya bersama pemilik sapi yang lain bukannya tidak ikut pada porkesab.

Tapi, masyarakat lebih menyukai karapan sapi versi lama dan lebih semarak. Disamping itu peraturannya masih dikaji dan direvisi. Untuk menerapkan kebijakan baru butuh sosialisasi dan waktu yang lama. “Tidak seketika langsung diterapkan. Melainkan butuh sosialisasi pada masyarakat biar masyarakat tahu,” pungkasnya. (is/min)

Pos terkait