pembaca: 380
Bangkalan, maduracorner.com – MAFIA TANAH di Kelurahan Kraton dan BPN Bangkalan, mulai makin tampak, sejak terbitnya pengumuman dari BPN Bangkalan, tanggal 19 Oktober tentang hasil ukur nomor NIB 00994 di kohir Nomor 511 Klas D IX Kelurahan Kraton, atas nama Siti Fatonah Rachmaniah, seluas 14.081 atau hampir satu setengah hektare.
Dalam mediasi di Kantor BPN Bangkalan, Fatonah menyatakan bahwa dia membeli tanah tersebut dari dua orang bernama Titik Sundari dan Bambang. Tidak ada yang salah dengan transaksi tanah tersebut. Namun, Titik Sundari dan Bambang merasa tidak pernah menjadi pemilik tanah tersebut. Apalagi pernah menerima uang muka sebesar Rp 400 juta, dari tanah seharga Rp 700 juta.
’’Kapan saya menerima uang itu,’’ kata Titik. Dalam mediasi di Kantor BPN Bangkalan, Titik juga mengaku tidak tahu soal pembayaran uang di hadapan Notaris Agung di Jalan Sukarno Hatta yang dimaksud. Titik menyatakan bahwa dia tidak pernah menerima uang tersebut. Dugaannya, uang Rp 400 juta tersebut diterima dan masuk ke kantong pribadi mantan Lurah Kraton, Evy Aisya, yang sedari awal memang yang mengurus sertifikasi dan melengkapi data-data tanah atas nama Titik Sundari dan Bambang tersebut. Namun, dalam mediasi tersebut, Evy sendiri tampak tak banyak bicara.
Lantas siapa yang menuliskan nama Titik Sundari dan Bambang di buku letter C sebagai pemilik lahan. Tentu saja, orang yang memiliki buku letter C asli, yakni mantan Lurah Kraton. Sebab, dalam mediasi yang juga dihadiri Camat Bangkalan, tersebut, Lurah Kraton saat ini, Imran, menyatakan bahwa dia tidak memiliki buku letter C asli sejak dia menjabat.
’’Saya hanya mengesahkan foto copy yang disodorkan untuk pengurusan sertifikat,’’ aku Imran. Siapa yang Evy (mantan Lurah Kraton) yang mengurus tanah yang diatas namakan Titik dan Bambang itu. Imran mengaku hanya menandatangani, foto copy yang disodorkan. Usut punya usut, untuk mendapatkan legalisir dan tandatangan Lurah Kraton, di atas data palsu itu, muncul isu santer adanya suap.
Kebenaran bahwa kepemilikan tanah atas nama Titik dan Bambang itu dipalsu menjadi nyata, karena ternyata kohir asli atas tanah tersebut, masih dipegang dan dimiliki oleh pemilik sebenarnya, yakni Sadi. Dan, hingga tahun 2015, Sadi masih membayar pajak atas tanah Kohir 511 persil D IX tersebut. Lantas, atas dasar apa BPN mengesahkan pengukuran tanah itu. Ternyata, di dalam berkasnya, terdapat bukti pembayaran pajak atas nama Saiya, yang ternyata bukan untuk membayar pajak Kohir 511.
’’Yang dibayar pajaknya Kohir lain yang letak tanahnya berbeda, kok BPN bisa mengesahkan itu sebagai pembayaran pajak untuk Kohir 511. Jelas ada yang tidak beres di BPN,’’ tegas Zaini, bagian advokasi LSM Lempar, yang mengadvokasi warga Kelurahan Kraton yang tanahnya dicaplok pemilik-pemilik fiktif tersebut. Dan, sambungnya, bagaimana Lurah Kraton (Imran) bisa melegalisir foto copy letter C yang disodorkan mantan Lurah Kraton, Evy, sementara Kelurahan Kraton tidak memiliki letter C yang asli. ’’Dibandingkan dengan apa kok Lurah Kraton (Imran) langsung mengesahkan dan dinyatakan cocok dengan aslinya, sementara Letter C aslinya tidak ada. Atau, jangan-jangan…,’’ sergah Zaini, sambil memutus kalimatnya. Imran sendiri kemudian mengakui kalau pihaknya, memang tidak pernah memiliki buku letter C yang asli, dan hanya percaya pada fotocopy letter C dan kohir yang disodorkan Evy (mantan Lurah Kraton sebelum dia) untuk dilegalisir olehnya.
Yang lebih parah, sambung Fathur Rahman Said, Ketua LSM Lempar, yang ikut dalam mediasi itu, adanya nama Dasino yang juga tiba-tiba menjadi pemilik tanah seluas 10.791 di Kohir 511 Persil D IX, sesuai pengumuman BPN Bangkalan tanggal 26 Agustus 2015, padahal kohir asli itu sampai saat ini masih dipegang atau menjadi hak milik Sadi. ’’Sangat jelas kalau semua data pengajuan kepemilikan tanah di atas Kohir 511, yang total luasnya 4,1 hektare itu, ada permainan mafia tanah. Semua datanya dipalsu, dan kami menduga BPN terlibat dalam pencaplokan tanah warga ini,’’ sergah Jimhur, sapaan Fathur Rahman Said.
Sangat tidak masuk akal, sambungnya, Dasino yang hanya seorang tukang becak yang buta huruf, pada Agustus 2015 membeli tanah seluas 10.791 meter persegi. ’’Nilai tanah itu miliaran rupiah. Sementara orang bernama Dasino itu, kehidupannya jauh di bawah garis kemiskinan, dan namanya masih masuk daftar penerima BLT,’’ tukas Jimhur.
Dia menduga, nama Dasino hanya dicatut oleh mafia tanah di Kelurahan Kraton, untuk mencaplok tanah warga. ’’Tidak usah saya sebutkan, pihak BPN Bangkalan, terutama Pak Winarto (Kepala BNPN Bangkalan) pasti sudah tahu, siapa mafia tanah yang bermain di Kelurahan Kraton,’’ kata Jimhur. Hanya, sambungnya, mereka tiba-tiba menajdi buta, tuli, dan bisu. Sudang sangat santer, yambah Jimhur, semua pihak yang berkaitan dengan pekerjaan kotor merampok tanah-tanah di Kelurahan Kraton ini, menerima uang yang jumlahnya tidak sedikit. (tim)
Penulis : Risang Bima W
By : Jiddan