Bangkalan, maduracorner.com – Setelah sempat bersitegang dan terjadi perdebatan, akhirnya laporan warga Kelurahan Kraton yang tanahnya dicaplok mafia tanah, diterima Polres Bangkalan. Sebelumnya, Achmad Zaini SH yang mendampingi warga Kraton bernama Sadi, sempat terlibat dalam perdebatan dengan beberapa Kanit di Polrestabes Surabaya, yang sebelumnya menolak laporan warga.
’’Kita sudah datang melapor dan laporan kami tentang dugaan pemalsuan dokumen sudah diterima di Unit Sentra Pelayanan Masyarakat (SPK) Polrestabes Surabaya, 21 Desember lalu,’’ terang Zaini, dari bidang advokasi hukum LSM Lembaga Parlemen Rakyat (Lempar). Kemudian, ditindaklanjuti di Unit Pidana Ekonomi (Pidek) yang saat itu sedang piket. Hasilnya, Zaini dan warga pelapor diminta untuk kembali Selasa 22 Desember (kemarin, Red).
’’Kami kembali, dan ternyata laporan kami ditolak. Dengan dalil bahwa laporan kami adalah sengketa kepemilikan. Dan, yang mengejutkan, dari pihak kepolisian menyatakan bahwa laporan tidak dapat diterima karena sertifikat tanah yang dicaplok itu belum terbit,’’ tukas Zaini. Tentu saja, alasan yang dianggap konyol itu pun didebat.
Sebab, jika menunggu sertifikat tanah yang dicuri itu terbit dengan data-data palsu, itu akan menjadi terlambat dan sudah sangat merugikan korban, atau warga. ’’Ini sama saja dengan analogi, pencurian baru terjadi kalau barangnya sudah hilang. Padahal, saat mau dicuri, pemilik sudah mengetahui atau memergoki. Harusnya, saat dipergoki dengan bukti-bukti, itu sudah masuk pelanggarahn pidana,’’ tegas Zaini.
Di bagian lain, Ketua LSM Lempar, Fathur Rahman Said atau yang akrab disapa Jimhur mengatakan, polisi seharusnya tidak menolak laporan masyarakat. Bahkan, polisi wajib menerima laporan masyarakat yang mengetahui telah terjadinya sebuah tindakan pidana, kecuali itu delik aduan. ’’Dalam kasus pencaplokan tanah di Kraton ini, pemalsuan dokumen yang dilakukan terlapor, yakni saudara Dasino, sudah sangat jelas,’’ tegas Jimhur.
Sebab, terangnya, warga pemilik tanah sampai saat ini masih memiliki kohir atau surat tanah yang asli. Sedangkan yang diajukan Dasino ke BPN Bangkalan untuk mengukur tanah, hanyalah foto copy yang dilegalisir oleh Lurah Kraton. Sementara Lurah Kraton sendiri tidak memiliki buku letter C untuk menguji keaslian foto copy kohir yang disodorkan Dasino. ’’Kami bisa menunjukan aslinya, untuk membuktikan kalau fotocopy yang diajukan Dasino itu adalah palsu,’’ tandas Jimhur.
Kemudian, sambung Jimhur, sampai saat ini tanah yang diukur dengan data-data yang diduga palsu itu masih menjadi milik warga. ’’Hanya saja, Dasino bersama orang-orang yang menjadi aktor intelektual dan penyandang dana di belakangnya berusaha merebut, menguasai, dan memiliki tanah warga itu dengan cara-cara memalsu, atau perbuatan melanggar hukum,’’ kata Jimhur.
Nah, tambah dia, saat para mafia tanah itu berusaha mencaplok, pemilik tanah mengetahuinya. ’’Ini seperti maling yang tertangkap basah saat sudah masuk rumah untuk mencuri. Jadi, sebelum dia mencuri, perbuatannya membobol rumah sudah merupakan tindak pidana,’’ urai Jimhur. Sama dengan kasus pencaplokan tanah di Kelurahan Kraton. Saat mafia tanah ini memalsu data-data tanah warga, maka hal itu sudah merupakan tindak pidana. Yakni, tindak pidana pemalsuan, atau menggunakan dokumen yang isinya dipalsukan.
Karena itu, pihaknya menegaskan bahwa kasus di Kelurahan Kraton, terutama pencaplokan tanah di kohir 511 seluas 4,1 hektare di Kelurahan Kraton yang dilakukan Dasino dan kroninya, bukan sengketa kepemilikan. ’’Tanah itu masih mili Sadi, yang sampai saat ini masih menguasai dan memiliki kohir asli sebagai buktinya. Artinya, siapapun yang mengurus setifikasi atas tanah itu, bukan pemilik. Tapi, orang yang mengaku memiliki dengan dokumen-dokumen palsu atau yang dipalsukan,’’ tandas Jimbhur.
Sampai saat ini, pihak BPN baru sebatas mengukur dan menerbitkan peta bidang. ’’Belum menerbitkan sertifikat. Karena saat diumumkan, ada pemilik asli yang datang ke BPN menyatakan bahwa yang diukur BPN itu adalah miliknya, dengan menunjukkan kohir asli, sehingga kemudian BPN menghentikan proses sertifikasinya,’’ tegas Jimhur.
Pihak BPN Bangkalan, tambahnya, kemudian menyarankan agar pemalsuan tersebut dilaporkan ke Polres Bangkalan, agar diproses pidana. ’’Karena itulah, kitan kemudian melapor ke Polres Bangkalan, atas dugaan pemalsuan. Bukan atas dugaan penyerobotan, karena yang kami laporkan adalah tanah milik kami sendiri,’’ kata Jimhur, mewakili warga.
Namun, dia mengucapkan terima kasih, akhirnya Polres Bangkalan menerima laporan warga dan siap untuk menindak lanjuti. Sebab, kata Jimhur, kebanyakan warga yang tanahnya dicaplok oleh Dasino yang diduga dibekingi para mafia tanah, mantan lurah, lurah, dan penyandang dana di Kelurahan Kraton, kebanyakan buta huruf dan buta hukum. Sehingga warga tidak sadar kalau tanah kakek dan orang tua mereka sudah hilang dirampok dan dicuri para mafia tanah.
’’Saya berharap, Polres Bangkalan menangani serius kasus pemalsuan data tanah dan pencaplokan tanah di Kelurahan Kraton ini. Siapapun yang terlibat dalam perampokan tanah di Kelyragan Kraton, diseret. Dasino ini orang buta huruf dan buta hukum, serta masuk dalam daftar warga miskin. Jadi, kami yakin ada aktor intelektual dan penyandang dana yang berada di belakang Dasino,’’ pungkas Jimhur.
Penulis : Pisang BW
By : Jiddan