
Maduracorner.com, Bangkalan – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bangkalan, Hentoro Cahyono, SH menegaskan bahwa terpidana kasus korupsi tidak selalu berakhir mendekam di penjara. Karena jika terpidana korupsi yang telah divonis merugikan uang negara namun dia mengembalikan kerugian tersebut maka terpidana bisa bebas secara hukum.
“Sebaliknya bila hartanya tidak cukup untuk pengembalian uang Negara yang telah diambilnya, maka secara subsider akan diganti dengan hukuman penjara,” tukas Hentoro, Kamis (13/09/12) siang saat memberikan pemaparan terkait pidana korupsi dalam seminar bertajuk “Membangun Bangkalan dengan pemimpin yang berkarakter kerakyatan, bersih dan adil”.
Sebelumnya, Hentoro juga mendefiniskan bahwa korupsi dalam persepektif hukum ini merupakan perilaku orang atau sekelompok orang untuk dengan sengaja atau tidak merugikan keuangan negara.
“Tentunya penegakan hukum terhadap perilaku korupsi ini harus berdasarkan pada bukti-bukti yang cukup kuat dan berdasar sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku,” jelasnya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Umum PRD Agus Priono, mengungkapkan bahwa korupsi telah membawa Indonesia terpuruk secara fundamental. “Bangsa ini telah sangat berada di titik nadir terendah dengan hilangnya caracter building Bangsa,” jelasnya.
Sudah banyak lembaga-lembaga anti korupsi di Indonesia, tapi masih saja lahan ini tumbuh subur, sambungnya. “Apalagi kalau lembaga anti korupsi ini tidak ada ?” sesalnya.
Dia gambarkan juga bahwa Bangsa Indonesia lebih suka menjadi buruh ditimbang menjadi owner.
“Ini terjadi di Freeport, Papua,” ulasnya. Bahkan saking tidak memiliki wibawanya, DPR RI harus berkunjung ke markas Freeport di Los Angeles, Amerika Serikat pada saat para anggota legislatif ini memanggil Manajemen Freeport dalam kesempatan “hearing”.
Ini merupakan “pelecehan” terhadap Bangsa ini. Itu semua akibat dari minimnya wibawa, harga diri dan karakter Bangsa kita. “Harusnya ya panggil saja manajemen freeport ke DPR RI, selesai,” ketusnya.
Sedangkan Haryadi, pengamat politik Unair mengungkapkan bahwa selektifitas untuk mencari pemimpin yang berintegritas tinggi perlu dilakukan. Ditengah maraknya pemimpin “korup”, maka upaya seleksi pencarian Pemimpin baru di Kabupaten Bangkalan merupakan tugas yang harus diemban kaum-kaum intelektual muda.
Beberapa parameter integritas dan karakter pemimpin, menurut Haryadi perlu menjadi acuan masyarakat dalam memeilih pemimpin. “Sekali salah pilih, maka dosanya akan dinikmati selama 5 tahun kedepan,” ungkap Haryadi.
Diantara 4 Kabupaten di Madura ia melihat Bangkalan-lah yang memiliki masyarakat cosmo-politan. “Dan ini adalah modal bagi Kabupaten ini,” kata Haryadi.
Jadi, Haryadi berharap agar masyarakat Bangkalan tidak terjebak pada politik “transaksional”. Karena, sambungnya, para investor yang memiliki kepentingan investasi di Kabupaten Bangkalan akan mulai berdatangan. Kecenderungannya, semakin cosmopolit masyarakatnya, maka semakin transaksional polanya.
“Karena pada masyarakat dengan level ini (cosmopolit red.) Maka semua hal bakal dihitung dengan uang. No money, No vote,” ujarnya.
Yang dikhawatirkan adalah tingginya biaya politik ini akan berpengaruh pada pola perilaku pemimpin dimasa mendatang pasca ia menjabat. “Perilaku korupsi untuk pengembalian modal politik yang dikeluarkan menjadi momok negeri ini,” ungkap Haryadi.
Dari ketiga paparan tersebut, Mulyadi, koordinator Aliansi Pemuda Bangkalan Anti Korupsi (APBAK) sekaligus pemrakarsa seminar bertema “Mencari Pemimpin Bangkalan” Kedepan itu mengatakan bahwa ajang ini diharapkan dapat dijadikan acuan masyarakat dalam Pemilukada untuk mencari Pemimpin yang berkarakter, bersih (bebas korupsi) dan berpihak pada rakyat.(dit/krs)