Wisata Kampung Toleransi Masjid,Gereja,Kelenteng Sumenep |
Sumenep, maduracorner.com – Perbedaan agama memang sering kali menjadi persoalan klasik. Tak ayal, sering mengundang pro dan kontra terhadap masing-masing penganutnya. Ternyata, banyaknya agama yang masuk khususnya di Kabupaten Sumenep, terlihat mulai dari nenek moyang kita. Sehingga semua melebur menjadi satu kesatuan di negara kita.
Salah satunya suasana di Desa Pabian Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa timur. Terdapat, kurang lebih dari puluhan tahun, tiga tempat ibadah Mesjid Baitur Arham, Greja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel, serta Klenteng Pao Sian Lin Kong. Ketiganya berdiri megah dalam satu lokasi yang berjarak kurang lebih sekira 50 meter.
Ketiga rumah ibadah berada tepat, di pinggir sepanjang jalan raya yang menghunbungkan Kecamatan Kota dan Kalinget. Jalur pusat kunjungan wisata menuju asta yusuf dan pulau gili labak di Kecamatan Talango. Bagunan greja dan klenteng berada sisi utara dan mesjid berada pada sisi selatan jalan raya.
Susana di desa setempat, terlihat kondusif. Aktifitas masing-masing rumah ibadah berjalan sesuai dengan harapannya masing-masing. keberadaan tiga rumah ibadah tersebut tidak pernah menyebabkan timbulnya konflik di antara para pemeluknya. Bahkan saat, perayaan hari raya dimasing-masing tempat dibadah tersebut, berjalan tanpa adanya gesekan antar warga setempat.
Lokasi yang di kenal dengan sebutan kampung toleransi tidak hanya berdiri tempat ibadah, akan tetapi para penganut dari masing-masing pemeluk agama berada desa setempat. Dari kebersamaan yang di bangun. Mereka lebih mengedapankan raya sosialnya, dengan ditunjukkan melalui kerukunan bermasyarakat.
Hasil wawancara dengan warga setempat, ivan (28), bahwa keberadaan ketiga tempat beribada di desa pabian itu berjalan selama pulan tahun dengan aman. Jalinan komunikasi baik yang sudah ada di desa mereka tetap dijaga, sehingga menjaadi teladan bersama dalam proses tolerasi.
Menurutnya, diluar konteck agama yang mereka anut, kerukunan bermasyarakat tetap di lakukan sesama warga setempat. Sesekali melakukan dialog bersama tanpa harus mencampur adukkan keyakinan masing-masing.
Sedangkan hasil diskusi dengan salah satu guru di sekolah katolik sang timur, daminus menurutnya. Kaum minoritas di desa tersebut sangat di hargai oleh penganut agama islam. Mereka selalu melakukan upaya saling menjalin keharmonisa, dalam arti kata kerukunan antar sesama warga di desa setempat.
Perbedaan tidak berpengaruh terhadap, rasa tolerasi antar beda agama. Ketiga rumah ibadah yang berdempetan, serta sebagian warga kristen katolik yang berada di desa, selalu berupaya menjaga kebersama. Di luar konteck keagamaan. Semisal, di pada saat memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI). Warga melebur bersama mengadakan peringatan di desa. Karena ia pun menetap warga setempat. (adi/tris)
Sumber : Pojokkiri.com
By Jiddan