Maduracorner.com.Bangkalan – Alkisah, … tersebutlah pada jaman dahulu, pada jaman pemerintahan Sultan Agung di Mataram. Pada suatu hari beliau kedatangan rombongan dari Sampang Madura yang dipimpin oleh Panembahan Juru Kiting. Maksud dan tujuan kedatangannya adalah untuk menghadapkan seseorang yang bernama Raden Praseno yaitu salah satu putra Raja Arosbaya yang bernama Raden Koro yang bergelar Pangeran tengah.
Setelah maksud kedatangannya dijelaskan kepada Sultan agung tentang asal usul R. Praseno, kemudian beliau merasa sangat iba dan menaruh rasa sayang kepada R. Praseno. Hal ini disebabkan antara lain karena ia telah ditinggalkan oleh ayahnya ketika ia masih kecil.
Karena itulah kemudian R. Praseno mendapat kepercayaan dari Sultan agung dan diangkat untuk menjadi raja dan diberi kekuasaan di Arosbaya, berkedudukan di Sampang dengan mendapat gelar Pangeran Cakraningrat I menggantikan pamannya yang bernama Pangeran Mas.
Beliau mempunyai seorang permaisuri yang bernama Syarifah Ambami.
Walaupun P. Cakraningrat I ini memerintah di Madura, tetapi beliau banyak menghabiskan waktunya di Mataram, membantu Sultan Agung. Sedang pemerintahan di Madura, selama beliau berada di Mataram, tetap berjalan lancar.
Melihat keadaan yang demikian, istrinya Syarifah Ambami merasa sangat sedih. Siang malam beliau menangis meratapi dirinya.
Akhirnya beliau bertekat untuk menjalankan pertapaan. Kemudian bertapalah beliau disebuah bukit yang terletak di daerah Buduran Arosbaya.
Dalam tapanya itu beliau senantiasa memohon dan berdo’a kepada Yang Maha Kuasa, semoga keturunannya kelak sampai pada tujuh turunan dapat ditakdirkan untuk menjadi penguasa pemerintahan di Madura.
Dikisahkan pula bahwa dallam pertapaannya itu beliau bertemu dengan nabi Haidir AS. Dari pertemuannya itu pulalah beliau memperoleh kabar bahwa permohonannya insyaallah dikabulkan.
Betapa senangnya hati beliau, akhirnya beliau bergegas pulang kembali ke Sampang.
Selang beberapa lama kemudian P. Cakraningrat I datang dari Mataram .
Diceritakanlah semua pengalamannya semenjak suaminya berada di Mataram, bahwa beliau menjalankan pertapaan dan diceritakan pula hasil pertapaannya kepada P. Cakraningrat I.
Setelah selesai mendengarkan cerita istrinya itu, P. Cakraningrat I bukanlah merasa senang, akan tetapi beliau merasa bersedih dan kecewa terhadap istrinya, mengapa beliau hanya berdo’a dan memohon hanya sampai tujuh turunan saja.
Melihat kekecewaan yang terjadi pada diri P. Cakraningrat I ini, beliau merasa berdosa dan bersalah terhadap suaminya.
Setelah P. Cakraningrat I kembali ke Mataram, beliau pergi bertapa lagi ketempat pertapaannya yang dulu. Beliau memohon agar semua kesalahan dan dosa terhadap suaminya diampuni.
Dengan perasaan sedih beliau terus menjalani pertapaannya. Beliau selalu menangis, menangis dan terus menangis, sehingga air matanya mengalir membanjiri sekeliling tempat pertapaannya, sampai beliau wafat dan dikebumikan ditempat pertapaannya, yang sampai sekarang kita kenal dengan nama : MAKAM AER MATA
Daftar Pustaka :
Mestu, Drs. Slamet.2003.SITUS PEMAKAMAN RAJA – RAJA BANGKALAN.Bangkalan:Kasi Kesenian, Pengembangan Bahasa dan Budaya Dinas P dan K Kab. Bangkalan