BANGKALAN, MADURACORNER.COM -Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura bekerjasama dengan Indonesia Corruption Wacht (ICW) Jakarta mengkaji pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) khusus kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
Hasil penelitian melalui riset yang dilakukan empat bulan sejak Mei hingga Agustus 2017 itu, mendapat kesimpulan kualitas pelayanan bagi pasien peserta PBI belum sesuai harapan.
“Riset kami melibatkan langsung pasien peserta JKN PBI Termasuk ke sejumlah puskesmas dan rumah sakit umum Syamrabu selaku lembaga pelaksana JKN,” terang kata Ketua Tim Peneliti UTM, Fauzin, saat merilis hasil kajiannya, Selasa, (12/9/2017).
Dosen FH UTM itu memaparkan, RSUD Syamrabu Bangkalan merupakan rumah sakit terbesar di Madura. Namun, ditemukan ruang rawat untuk pasien PBI yang kurang nyaman, pengap dan panas karena ACnya rusak. Kondisi itu membuat seorang pasien memilih dirawat di teras dengan alas tikar seadanya.
“Peserta JKN PBI itu warga miskin yang tidak punya sumber penghasilan, kalau pun punya penghasilan tapi tidak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya,” imbuhnya.
Berdasarkan temuan dilapangan sambung Fauzin, pihaknya menemukan satu fenomena, yaitu mayoritas masyarakat di Kecamatan Galis enggan berobat di puskesmas setempat. Bila sakit, mereka lebih memilih berobat ke Puskesmas Blega atau langsung ke rumah sakit meski jarak tempuhnya sangat jauh.
“Kami menyimpulkan fasilitas di puskesmas kurang memadai, obat-obatan sering kosong, sehingga pasien harus beli di luar puskesmas dengan biaya sendiri.Intinya sarana kesehatan belum merata,” ucapnya.
Menurutnya, problem lain yang ditemukan adalah masalah pendataan yang berdampak pada validitas data peserta JKN PBI. Data kependudukan di Dinas Sosial, BPS, Dinas Kesehatan dan BPJS berbeda-beda. Bahkan, satu warga menjadi peserta tiga program JKN sekaligus seperti Jamkesmas, Sehati dan KIS.
“Kami tanya ketua DPRD, dia bilang kewenangan pendataan di Dinas Sosial. Kami tanya pihak BPJS, katanya kalau data penduduk langsung ke kepala desa, mereka saling lempar kewenangan,” papar Fauzin.
Staf divisi investigasi ICW Jakarta, Wana Alamsyah menambahkan, pelayananan kesehatan sangat berpotensi dan rentan terjadi penyelewenangan anggaran. Hal itu dibuktikan dengan hasil dan temuan data ICW.
“Kami mencatat kasus korupsi kesehatan periode tahun 2010-2016 terdapat 219 kasus dengan 519 tersangka. Kerugian negara mencapai Rp 890,1 miliar dan nilai suap Rp 1,6 miliar,” tandasnya. (*)
Penulis: Heriyanto Ahmad
Editor: Achmad