Cerita tentang makhluk halus “wewe gombel” tidak hanya terdapat di pulau Jawa, akan tetapi cerita ini juga terdapat di pulau Madura. Masyarakat Madura meny
ebut wewe gombel dengan istilah “Bi’ Ibih”. Kebenaran dari cerita tentang wewe gombel menjadi kepercayaan masyarakat Madura dan telah di akui oleh seluruh desa di berbagai kabupaten yang ada di Madura.
Kisah tentang Bi’ Ibih (wewe gombel) bermula dari kepercayaan masyarakat Madura sejak jaman dahulu. Para orang tua melarang anak-anak mereka untuk tidak keluar rumah pada saat “duk be duk” (Adzan Dzuhur) dan “sorob” (menjelang Maghrib). Hal ini mereka lakukan sebab mereka takut Bi’ Ibih akan menculik anak mereka.
Bi’ Ibih dipercayai merupakan salah satu hgolongan dari bangsa Jin yang sangat meyukai anak kecil. Ia dikatakan sebagai makhluk halus berwujud wanita tua yang tinggi, memiliki rambut panjang menyeramkan (bis gerimbis) dengan payudara yang besar dan panjang hingga mencapai kaki (ngelet).
Setiap setelah Adzan Dzuhur (duk be duk) dan menjelang Maghrib, biibih mencari mangsa untuk diculik. Ia mencari seorang anak yang sedang bermain di luar rumah sendiri tanpa teman dan pengawasan orang tua.
Ketika Bi’ Ibih akan menculik seorang anak, ia akan berubah wujud menjadi seorang wanita yang sangat cantik, dan terkadang pula ia berubah menjadi salah satu anggota keluarga si anak, dengan bertujuan agar si anak yang akan diculik tidak merasa takut dan tidak ragu ikut bersamanya.
Setelah si anak berhasil termakan bujuk rayu Bi’ Ibih, ia akan dibawa ke sarang Bi’ Ibih yaitu di pohon aren yang tinggi, di pohon bambu, dan pohon beringin angker. Kemudian sesampainya di sarang Bi’ Ibih, anak tersebut dipaksa untuk menetek ke payudara Bi’ Ibih yang sedang menyamar. Jika anak tersebut menurut untuk menetek, maka selamanya ia akan tinggal bersama Bi’ Ibih sebab telah diangkat menjadi anak.
Selain itu menurut kepercayaan apabila ia telah diangkat sebagi anak, ia akan diberi makanan berupa kotoran manusia, tetapi tentu saja yang terlihat bukanlah kotoran, melainkan makanan pada umumnya dan terlihat lezat. Hal itu karena mata si anak telah ditipu oleh mantra tipu daya Bi’ Ibih atau wewe gombel.
Selama tinggal bersama Bi’ Ibih, anak tersebut diperlakukan layaknya seorang anak yang sangat dimanja oleh ibunya. Ia ditimang, diajak bermain, dimandikan dan diberi pakaian yang indah, padahal dalam kenyataannya pakaian tersebut compang camping dan berlumpur.
Si ibu yang mulai cemas dan menyadari anaknya telah hilang. Ia mencari sang anak dan menceritakan kejadian ini kepada warga kampung. Mendengar tentang kejadian hilangnya sang anak secara tiba-tiba, warga kampung mencurigai si anak telah diculik oleh Bi’ Ibih, sebab kejadian menghilangnya seorang anak kerap kali terjadi dan pelakunya adalah Bi’ Ibih, sehingga jika ada seorang anak menghilang maka mereka tidak heran.
Kemudian agar si anak yang telah diculik oleh Bi’ Ibih kembali, warga kampung mengadakan sebuah acara mengelilingi kampung dengan membawa berbagai peralatan dapur, seperti wajan (bejen), tempat menanak nasi (soblukan), panci, budhek yaitu sebuah wadah yang terbuat dari anyaman digunakan untuk mencuci beras, dsb.
Upacara pencarian dilakukan dimulai dari sekitar rumah, tempat bermain si anak sebelum akhirnya menghilang, di sekeliling kampung, kebun, hingga tempat yang ditengarai sebagai sarang atau tempat persembunyian Bi’ Ibih. Pencarian dilakukan dengan cara membunyikan alat-alat dapur yang telah dibawa sembari memanggil
nama anak yang menghilang. Ada yang mengatakan hal ini dilakukan sebab Bi’ Ibih atau wewe gombel takut dengan suara yang dihasilkan oleh alat-alat dapur tersebut, dan sebagian yang lain mengatakan Bi’ Ibih sangat menyukai suara saat peralatan dapur dibunyikan, ia menganggap suara-suara tersebut sebagai alunan musik yang indah.
Mendengar suara yang dihasilkan oleh alat-alat dapur yang dibawa oleh para penduduk kampung, Bi’ Ibih akan mulai berjoget dan secara tidak sadar ia menjatuhkan si anak dari genggamannya. Ia tidak lagi tertarik dengan si anak dan akhirnya melepaskannya sebab ia lebih memilih menikmati alunan musik dan asyik berjoget.
Anak yang telah dilepaskan oleh Bi’ Ibih, biasanya ditemukan berada diatas pohon sambil berpegangan pada batang ataupun dahan pohon tersebut, ada pula yang ditemukan berada di bawah pohon bambu, di kolong tempat tidur, di dalam lemari, dan di belakang rumah. Anak yang telah diculik oleh Bi’ Ibih ditemukan dalam keadaan menangis, adapula yang terlihat linglung degan mengenakan pakaian compang camping dan kotor.
Setelah keesokan harinya, ketika anak tersebut ditanya, ia bercerita bahwa ia diajak oleh wanita yang sangat cantik (Bi’ Ibih yang menyamar) pergi ke pasar dan membelikannya pakaian, makanan dan mainan, kemudian wanita tersebut mengajaknya kerumahnya
dan berkata Ia akan dijadikan anak hanya jika ia mau menetek pada payudara wanita tersebut. Setelah terbagun ia sadar bahwa wanita tersebut adalah wanita tua yang sangat menyeramkan dengan tubuh tinggi dan payudara yang panjang dan besar hingga mencapai mata kaki. Ia juga mengaku bahwa ia telah diberi makan berupa kotoraan manusia, kotoran hewan (celatong), dan serangga kaki seribu (reng bireng). Terbukti pada saat si anak ditemukan disekitar mulutnya belepotan dengan kotoran.
Untuk memulihkan keadaan Psykology si anak maka orang tuanya memanjakannya dengan berbagai mainan tradisional, serta mereka membawa anak tersebut pada tokoh agama masyarakat setempat, sebab tentu saja pada saat itu tidak ada Psikiater dan yang mereka kenal hanyalah pemuka agama yang disebut dengan Kyai. Perlu diketahui bahwa Kyai bagi orang Madura sangatlah terkenal, disegani dan di hormati, bahkan ia lebih terkenal daripada Presiden.
Tokoh agama tersebut akan memanjatkan doa-doa pada si anak agar terlindungi dan terbebas dari pengaruh mantra-mantra Bi’ Ibih serta kembali normal. Kemudian ia juga memberikan air yang telah dibacakan doa untuk diminum oleh si anak. Tokoh agama tersebut member nasehat kepada orang tua si anak agar senantiasa mengawasi anaknya serta meningkatkan ibadah dan mengajarkan anaknya berdoa. Tidak hanya sampai disitu sesampainya mereka kerumah, mereka telah menyiapkan acara doa bersama sekaligus syukuran atas kembalinya si anak.
Itulah salah satu dari cerita mistik yang berkembang di Madura. Terlepas dari benar atau tidaknya cerita yang berkembang dalam masyarakat Madura tersebut, yang pasti adalah tidak hanya manusia yang tinggal dan hidup di dunia ini, melainkan terdapat berbagai ciptaan Tuhan lainnya seperti para binatang, pepohonan, termasuk makhluk halus lainnya. Hal ini terdapat dalam ajaran agama Islam dan umat Islam diwajibkan untuk mempercayainya.