Tim Prabowo – Hatta Mengusai Sosio Kultur | Oleh Mamad el Shaarawy
maduracorner.com, Bangkalan – Pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto – Hatta Rajasa menang telak pada 4 kabupaten di pulau Madura berdasarkan hitungan manual masing-masing KPU setempat. Diantara 4 kabupaten tersebut, porsentase kemenangan terbesar pasangan nomer 1 terjadi di Bangkalan hingga mencapai 81
Rinciannya, di Kabupaten Bangkalan Prabowo-Hatta mendapat 644.608 suara atau 81,1 persen. Sementara Jokowi-JK hanya meraih 149.356 suara atau 18,9 persen saja. Sedangkan untuk Sampang tercatat 474.752 suara atau 74,47 persen dan 162.786 atau 25,53 persen. Pamekasan 378.652 suara atau 73,2 persen berbanding 136.178 atau 26,8 persen. Terakhir, untuk Kabupaten Sumenep pasangan 1 memperoleh 332.956 dan pasangan nomer 2 mendapatkan 245.410. Dengan data tersebut, Capres Cawapres Prabowo-Hatta unggul telak di pulau Madura hingga sekitar 75 persen secara keseluruhan.
Kemenangan telak ini kontan membuat heboh Jakarta. Utamanya dari pihak tim sukses Jokowi-JK yang tidak percaya jagoan mereka bisa kalah setelak itu. Apalagi ditambah kenyataan, bahwa suara pasangan Prabowo-Hatta memenangkan suara 100 persen pada 17 TPS di Kabupaten Sampang. Tudingan kecurangan pun merebak.
Menanggapi hal tersebut, pengamat sosial politik Madura, Faidhal Mubarok mengatakan, pihak yang memberi tudingan negatif tersebut terlontar dari mereka yang kurang atau bahkan tidak mengerti sama sekali tentang sosio cultural masyarakat Madura. Karena menurut dosen Universitas Trunojoyo Madura (UTM) tersebut, setiap pemilihan mulai tingkat kepala desa hingga pilpres sangat dipengaruhi 2 faktor di Madura.
Faktor pertama yakni pengaruh tokoh masyarakat dan ulama di Madura. Dua elemen ini merupakan sosok yang sangat disegani serta dihormati masyarakat setempat. Faidhal pun menerangkan, kemenangan telak Prabowo-Hatta disebabkan keberhasilan tim sukses pasangan ini dalam merangkul hampir semua tokoh dan ulama yang ada.
“Suara atau pendapat tokoh masyarakat dan ulama di kalangan masyarakat Madura itu sangat menentukan. Apa yang diarahkan dua elemen ini bisa menentukan arah dukungan publik Madura. Jika elite Jakarta itu paham masalah ini, mereka tidak akan menggugatnya. Tapi karena mereka tidak paham persoalan sosio cultural Madura, maka wajar mereka menyorotinya”,terang Faidhal kepadamaduracorner.com, jumat malam (18/7).
Faidhal pun memberi contoh tokoh masyarakat Madura yang ikut mengkampanyekan pasangan Prabowo-Hatta. Semisal Fuad Amin (mantan Bupati Bangkalan)dan Achsanul Qasasi (fungsionaris DPP Partai Demokrat). “Pengaruh Fuad Amin mengakar kuat apalagi beliau masih trah Bani Kholil di Bangkalan. Begitu juga Achsanul Qasasi. Siapa yang tidak kenal dia khususnya Madura bagian timur”,ujar Faidhal.
Maka menurutnya, pilihan tokoh masyarakat dan ulama pun bisa mengubah pilihan masyarakat setempat. Hal ini karena sosio cultural masyarakatnya yang cenderung beranggapan pilihan dua elemen penting tersebut sebagai pilihan terbaik bagi mereka juga.
Sementara factor kedua adalah persepsi pemilih. Faidhal menjelaskan, pilihan masyarakat antara saat pemilihan legislatif dengan presiden tidak sama. Karena saat pemilihan legislatif melibatkan calon yang langsung bersentuhan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Sebaliknya, pemilihan presiden tidak demikian.
“Saat pileg, mereka memilih orang-orang yang mereka kenal langsung. Sementara pilres kan tidak. Baik Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK tidak bersentuhan dengan mereka secara langsung. Jadi mereka cenderung memilih sesuai keinginan mereka sendiri. Yang bisa jadi dipengaruhi factor pertama tadi. Atau dengan kata lain, suara partai yang tergabung dalam masing-masing koalisi dalam pilpres tidak berpengaruh banyak”,jelas Faidhal.
Faktor terakhir yaitu karakter dan sosok antara Prabowo dan Jokowi. Untuk factor ketiga ini berkaitan dengan karakter kedua sosok capres tersebut. Sebagaimana diketahui, masyarakat Madura dikenal memiliki sifat keras dan tegas.
“Nah, karakter kuat pada diri Prabowo sebagai mantan Danjen Kopassus yang tegas itu juga mempengaruhi pilihan di kalangan masyarakat kita. Karena sosok Prabowo dianggap mewakili sifat atau karakter ke-Madura-an”,kata Faidhal sambil tersenyum.
Dengan realita factor sosio cultural tersebut, menurut Faidhal, menjadi sangat wajar jika pasangan nomer 1 bisa meraup suara dominan. “Seperti yang saya bilang, mereka yang menyoroti hasil suara pilpres mungkin kurang paham masalah ini. Karena itu berkaitan dengan keseharian (sosial) masyarakat Madura sendiri”,pungkasnya. (mad)