Bangkalan,Maduracorner.com– berbagai macam ritual dilakukan oleh masyarakat kabupaten Bangkalan untuk menolak balak dan berbagai jenis penyakit. Sejak seminggu terakhir ini, masyarakat yang tinggal di paling barat Pulau Madura ini melakukan sejumlah ritual tolak balak, ada yang membaca solawat di masjid, menggelar selamatan di mushola-mushola dan ada yang memcaba Burdah keliling kampong.
Seperti yang dilakukan oleh sekitar 11 ribu warga kecamatan Arosbaya kabupaten bangkalan, mereka menggelar pembacaan burdah atau bersolawat keliling kampung selama 9 malam. Pembacaan burdah itu dilakukan untuk menolak balak dan penyakit yang tengah terjadi di sejumlah desa di kecamatan tersebut.
“Malam ini adalah malam terakhir, jadi selam 9 malam semua warga membaca burdah secara bersama-sama,” kata salah seorang tokoh masyrakat kecamatan Arosbaya, Mahmudi, Kamis (25/09) malam.
Dikatakan Mahmudi, pada malam ke-9 ini, masyarakat yang sejak malam pertama membaca burdah bereliling kampong itu, diakhiri dengan pembacaan yasin dan solawat nariyah serta pemotongan tumpeng nasi uduk. “Tumpeng nasi uduknya berwana putih dan kuning,” jelasnya.
Lebih lanjut Mahmudi menjelaskan, pembacaan burdah atau bersolawat keliling kampung untuk menolak balak ini dilakukan masyarakat Arosbaya sejak turun temurun. “Berdoa dengan membaca burdah ini dilakukan sejak saya kecil sudah ada tradisi seperti ini, dan tujuan pembacaan burdah ini bukan hanya berdoa,a untuk masyarakat kecamatan Arosbaya, tapi juga berdoa keselamatan untuk bangsa Indonesia ,” kata Mahmudi yang juga anggota DPRD Bangkalan ini.
Sementara itu, KH Hamzah Amyat Munawir pondok pesantren Al Muhajirin kampung Paserean, desa Buduran kecamatan Arosbaya, menjelaskan, pembacaan burdah keliling itu selain untuk menolak balak dan segala jenis penyakit, juga sebagai syiar Islam.
“Sekarang ini banyak orang yang lupa terhadap burdah, padahal membaca Burdah ini selain untuk menampakkan syiar islam, juga bisa menolak segala macam penyakit,” jelas KH Amyat.
Dikatakan KH Amyat, kalau dulu pembacaan burdah ini dilakukan selama 40 hari, namun pada saat ini hanya dilaksanakan selama 9 malam. “Dulu kalau terjadi bencana penyakit masyarakat membaca Burdah selama 40 hari, saya juga berharap tradisi membaca burdah seperti ini bisa ditiru daerah lain di Indonesia untuk keselamatan bangsa,” pungkasnya.
Penulis : Anto
Editor : Sohib