Bangkalan, maduracorner.com – Tiba-tiba teringat masa kecil saya dulu. Hidup bahagia sebagai bungsu dari 9 bersaudara di tengah-tengah keluarga besar M. Irsyad (alm) dan Maisura (almh). Meski dengan penghasilan yang serba kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah untuk 9 orang anak, alhamdulillah saya dan kakak-kakak saya akhirnya bisa mengenyam pendidikan tinggi juga.
Ramah dan ebo’ (bapak dan Ibu dalam bhs madura) lebih mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya, sehingga ketika beliau wafat tidak meninggalkan harta warisan berupa rumah, tanah, uang dan emas seperti orang kebanyakan. Harta peninggalan beliau hanyalah buku yang tersusun dalam beberapa rak buku dan lemari . Kecewa???…oh tentu tidak, karena saya pikir peninggalan buku itu memiliki sejarah dan peran yang amat penting bagi saya dan kakak-kakak saya untuk lebih mencintai ilmu. Dan dengan bekal ilmu itu juga kita beramal dan mengais rezeki untuk menjalani hidup ini dimulai dari titik nol (0).
Entah apa jadinya kalau ramah dan ebo’ meninggalkan harta warisan berupa tanah, rumah untuk anak-anaknya…hehehe..mungkin sudah pada berantem rebutan harta warisan dan rasa persaudaran jadi memudar. Hiii…Naudzubillah!
Saya rasa benar juga kata-kata bijaksana Ali bin Ali Thalib tentang ilmu dan harta:
Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum. Harta itu akan berkurang jika dibelanjakan tetapi ilmu akan bertambah jika diamalkan.”
Sekarang…saya juga sudah menjadi ibu dari kedua putra saya. Apa yang mesti dilakukan? Menanamkan keimanan dan membekali mereka dengan ilmu untuk belajar dan belajar menjadi suatu kewajiban.
Satu hal yang saya adopsi dari metode didikan orang tua yakni GEMAR MEMBACA untuk diterapkan pada anak-anak. So, mulai sekarang lebih senang membelikan buku untuk anak-anak meski mereka belum bisa baca dan saya mesti bersabar membacakan buku untuk mereka tiap malam sebelum mereka tidur.
Penulis : Intan Pratiwi
By : Jiddan