Sapudi Kepulauan Islam Pertama di Sumenep

1

Bangkalan,Maduracorner.com –  Tersebutlah sebuah pulau kecil di Kabupaten Sumenep yang bernama Sapudi. Konon, kata ini, “Sapudi”, berasal dari kata-kata Sepuh Dhewe (bahasa Jawa) yang bermakna “yang paling tua sendiri”. Menurut kisah tutur madura, dikatakan tua sendiri karena dianggap Islam masuk ke tempat ini paling awal dibandingkan di tempat-tempat lain di Madura pada umumnya dan di Sumenep pada khususnya.

Perlu diketahui, bahwa Madura bagian Timur ini semarak lebih awal dari bagian Baratnya berkat kemajuan-kemajuan yang dicapai Aria Wiraraja setelah menjadi Adipati di sana pada abad ke 13. Sementara transportasi waktu itu sangat bergantung kepada transportasi laut. Oleh karena itu, minat para pedagang akan jatuh kepada lokasi-lokasi ramai di mana hal itu lebih memungkinkan mereka untuk berniaga. Jalur pesisir utara jawa adalah pilihan yang sudah biasa dilalui armada pedagang internasional hingga ke perairan Lombok. Tak terkecuali pedagang Arab yang juga sampai ke Madura bagian Timur ini. Sudah menjadi lumrah para penyeru dakwah menyertai perjalanan para peniaga dari Arab ini.

Berdasarkan survei penulis terhadap beberapa literatur, tercatatlah seorang penyeru dakwah bernama Sayyid Ali Murtadha yang menuju arah Timur dan mendarat di sebuah pulau yang dikenal sekarang dengan Sepudi. Di sanalah dia menyiarkan agama baru, Islam pertama menyebarkan Islam. Dialah Sunan Lembayung Fadal. Orang menyebutnya dengan Rato Pandita. Kuburannya saat ini disebut Asta Nyamplong.

Sunan Lembayung Fadal mempunyai empat keturunan. Pertama, bernama Haji Usman yang dikenal dengan Sunan Manyuram Mandalika. Ia menyiarkan Islam di Lombok dan mempunyai putra bernama Raden Bindara Dwiryapada yang sampai sekarang dikenal dengan nama Sunan Paddusan, menyebarkan Islam di Sumenep. Sunan Paddusan menjadi menantu Jokotole. Jokotole masuk Islam dari tangannya.

Kedua, Usman Haji yang dikenal dengan Sunan Ngudung (Sunan Andung). Beliau mempunyai dua anak, putra dan putri, yaitu: Syd. Jakfar shodik (Sunan Kudus) dan Siti Sujinah (istri Sunan Muria).

Ketiga, Tumenggung Pulangjiwa atau juga dikenal dengan Panembahan Blingi. Ia kemudian dikarunia dua anak, yaitu Adipoday dan Adirasa. Keempat, Nyai Ageng Tanda. Ia kemudian menjadi istri Khalifah Husain atau Sunan Kertayasa di Sampang.

Dikabarkan, Sunan Lembyung Fadal sezaman dengan Panembahan Joharsari yang berkuasa antara tahun 1319-1331 M di Sumenep. Dengan demikian, Sunan ini termasuk awal, lebih awal dari Walisongo yang memasifkan gerakan dakwahnya pada abad ke 15-16 M. Ini sangat dimungkinkan karena sebenarnya di Surabaya dan sekitarnya, sejak sebelum abad ke 11 diduga kuat sudah banyak komunitas Muslim.

Sebagai salah satu buktinya adalah adanya makam seorang muslimah di Gresik yang bernama Fatimah binti Maimun yang wafat tahun 1082 M. Oleh karena itu, bisa diduga bahwa Sunan Lembayung Fadal ini hanyalah bagian kecil dari rombongan para penyiar yang sudah marak “berkeliaran” di Jawa dan sekitarnya untuk menyiarkan Islam.

Jika teori ini benar, maka isu bahwa legenda keislaman Adipoday (Wirakrama) yang disinyalir cucu dari Sunan Lembayung Fadal dan istrinya yang dalam legenda dikenal Potre Koneng semestinya juga Islam. Namun, susah membuktikan keislaman mereka karena sangat minimnya data pendukung yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebab hampir semua kisah tentang Adipoday dan Potre Koneng diselimuti kabut fiktif yang amat sulit membuktikan historisitasnya. Justru, fakta yang lebih terang menyatakan bahwa anak dari pasangan Adipoday dan Potre Koneng yaitu Jokotole baru masuk Islam kemudian ketika Sunan Paddusan atau R. Bindara Dwiryapada yang menyiarkan Islam di Sumenep dan akhirnya diambil menantu oleh Jokotole.

Oleh karena itu, bisa jadi kisah Adipoday dan Potre Koneng hanya disambung-sambungkan dengan kisah Sapudi sehingga seakan satu garis keturunan. Atau bisa saja kisah Sapudi itu juga terlalu dibumbu-bumbui sehingga terkesan Islamnya Raja Sumenep lebih awal masuknnya di bandingkan raja-raja Madura lainnya. (dinukil dari Islamic Civilization)

Tulisan diatas menyalin dari : http://www.lontarmadura.com

Editor : Jiddan

Pos terkait