Maduracorner.com.Bangkalan – Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada para wali-Nya, dan yang telah memberikan ilham kepada mereka kalimat kebenaran, sholawat dan salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad, penghulu semua utusan dan juga kepada keluarga beliau yang suci dan kepada para sahabat beliau sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa dan juga kepada pengikut-pengikut mereka sampai hari kiamat. Amma Ba’du…
Sungguh rahmat Allah akan turun ketika memperingati acara HAUL para wali-Nya dan para sholihin dan sungguh ketenangan akan selalu tercurah pada para yang hadir dan yang merayakannya. Maka kami ingin sekali menceritakan pada mereka tentang seorang “SULTAN“ yang sedang dirayakan ini, agar supaya menjadi peringatan bagi orang-orang yang akan datang, demi mengamalkan sebuah hadits, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sebutkanlah oleh kalian kebaikan-kebaikan orang yang mati diantara kalian dan pendamlah kejelekan-kejelekan mereka” maka dengan hadits ini maka mensunnahkan ulama mengadakan peringatan wafatnya para wali dan para sholihin yang mereka namakan HAUL tiap tahun dan menceritakan/membacakan didalamnya manaqip tiap-tiap wali yang terkenal dengan ilmunya, kebaikannya, wara’nya dan taqwanya dari keadaan-keadaan mereka yang agung serta bukti-bukti yang besar (kekeramatan) dari para wali Allah yang sholeh agar supaya mereka dijadikan contoh oleh manusia dari puncak timur dan barat atau agar menjadi suri tauladan yang baik bagi makhluk-makhluk yang akan datang. Maka juga adanya “MAULANA SULTAN ABDUL QADIR bin MAULANA SULTAN ABDURRAHMAN” ini juga dijadikan contoh bagi mereka.
Adalah Raden Tumenggung Mangkuadiningrat alias Raden Abdulkadirun, ibunya bernama Raden Ayu Saruni (Cangga dari Panembahan Sidhing Kamal), diangkat sebagai Raja Muda, dengan gelar “Pangeran Adipati Secoadiningrat III” pada tahun 1803 M.
Setelah wafatnya Panembahan Adipati Cakraadiningrat VII / Sultan Bangkalan I / Sultan Cakraadiningrat I (Raden Tawangalun alias Raden Tumenggung Ario Suroadiningrat), putera ke-2 dari Panembahan Cakraadiningrat V (Panembahan Sidho Mukti) dengan Ratu Maduratno puteri dari Susuhunan Prabu Mangkurat di Solo, dalam tahun 1815 M. Jenasah beliau dimakamkan di Aermata – Arosbaya. Kemudian pada tahun 1815 M, “Pangeran Adipati Secoadiningrat III” naik tahta kerajaan Bangkalan, dengan gelar :
“Sultan Cakraadiningrat II”
Masa pemerintahannya, berlangsung dari tahun: 1815–1847 M.
“Sultan Cakraadiningrat II” wafat di Bangkalan di dalam usia 69 tahun. Pada hari Kamis Legi, tanggal 11 Shafar 1263 H / 28 Januari 1847 M, tahun 1775 Çaka (baca: Syaka). Setelah 32 tahun memegang pimpinan pemerintahan.
Jenazah beliau dikebumikan di Pasarean Raja-Raja Bangkalan (Congkop), di lingkungan Masjid Agung Kota Bangkalan.
Peninggalan monumental pada masa pemerintahan beliau, antara lain :
Masjid Jami’ Bangkalan
Di “Mihrab” Masjid Bangkalan terdapat prasasti dengan huruf dan bahasa Arab yang Indonesianya: “Sungguh telah membangun masjid ini dengan mengharap ridho Tuhan Yang Maha Pengampun, hamba-Nya yang mengharapkan ampunan, Maulana Sultan Abdul Qadir bin almarhum Maulana Sultan Abdurrahman. Semoga Allah Ta’ala memeliharanya di dalam dua negeri. Tahun 1234 H.”
“Tulisan di sekeliling tembok” : Huruf-huruf Arab yang sulit dibaca.
Masjid Bangkalan ini direnovasi tahun 1899–1900 M dan terdapat tulisan di marmer yang dilekatkan di serambi depan sebagai berikut: “Dibikin bahru oleh J.L. van Gennop, Asistent Resident. Pangeran Cakraadiningrat Regent 1899–1900 M. J.J. Sterkenburg–Architect”.
Terakhir direnovasi lagi (Rehabilitasi, Perluasan) 28 Oktober 1990–16 April 1991.
“Tulisan di atas pintu depan tengah” (huruf Arab berbahasa Jawa) :
“Inggih wit adekkanipun saka karoni masjid ageng kito Bangkalan ing dinten Jum’at ba’da shalattipun tanggal sekawan welas sasi Jumadil Akhir Hijrah Nabi Shallallohu alaihi wa sallama wa miatani arba’a wa tslatsuna ba’dal alfah sanah 1234 dados angler angkaning warsa sewu pitungatus kawan dasa enem.”
Indonesianya sebagai berikut: “Ya awal menegakkan dua tiangnya Masjid Agung Kota Bangkalan pada hari Jum’at sesudahnya shalat tanggal empat belas bulan Jumadil Akhir Hijrah Nabi SAW. duaratus tigapuluh empat sesudah seribu, tahun 1234, jadi kira angkanya tahun seribu tujuh ratus empat puluh enam.”
“Tulisan di Mimbar” :
- Di bagian depan huruf Arab bahasa Jawa yang Indonesianya: “Mimbar ini dibikin oleh Kanjeng Sultan Cakraadingrat II pada hari Senin tanggal 11 Dzulhijjah tahun Hamul seribu tujuhratus …… Hijrah Nabi SAW 1234.
- Di bagian kanan terdapat ukiran 2 (dua) ayat Al-Qur’an :
a ”Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh (QS. Al-A’râf [7] : 196).”
a “Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman (QS. Al-Shaff [61] : 13).”
- Di bagian kiri terdapat ukiran 2 (dua) ayat Al-Qur’an :
a ”Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dia-lah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui (QS. Al-An’âm [6] : 103).”
a ”Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang (QS. Yûsuf [12] : 64).”
Beliau meninggalkan beberapa orang putra dan putri mudah-mudahan Allah meridhai beliau, dan memberikan rahmat-Nya sebagaimana yang telah diberikan-Nya pada orang-orang yang baik dan menempatkan beliau di dalam surga-Nya bersama ulama-ulama salaf yang baik. Amin.
Semoga Allah selalu mencurahkan rahmat-Nya pada junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarganya dan para sahabatnya. Amin-amin-amin Ya Rabbal Alamin. ]
Demikian sekelumit tentang “Sultan Raden Abdul Qadir Cakraadiningrat II” yang dapat kami paparkan, sumbernya berasal dari :
] “Buku Kenangan” (tahun 1936), diterjemahkan secara bebas oleh R.H. Kamaroeddin mantan Sekwilda Bangkalan periode: tahun 1958–1980 dan bukti prasasti, Mimbar Masjid Agung Kota Bangkalan, ukiran pada bangunan Masjid Agung Kota Bangkalan.
] “SEJARAH CARANYA PEMERINTAHAN DI DAERAH-DAERAH DI KEPULAUAN MADURA DENGAN HUBUNGANNYA” (tahun 1951), oleh Zainal Fattah.
Posted by: R. HartonoDiningrat