Sidang Tanah Kohir 511



Bangkalan, maduracorner.com – Oknum BPN Terlibat ?

PERSIDANGAN kasus perampokan tanah-tanah warga di Kelurahan Kraton Bangkalan, dalam rentang 2010 hingga 2015, terus bergulir di PN Bangkalan. Dalam sidang lanjutan, dengan pemeriksaan saksi-saksi dari pihak tergugat, justru makin menguak ketidak beresan penerbitan puluhan sertifikat atas puluhan hektare tanah di Kelurahan Kraton. Terungkap, dalam setiap pengukuran di Kelurahan Kraton, hanya satu orang petugas BPN Bangkalan yang datang melakukan pengukuran.

 

—-

 

DALAM sidang lanjutan kemarin, dihadirkan dua saksi. Yakni mantan Lurah Kraton 2010-2013 Evy Aisya dan Abu Siri yang kini mengaku sebagai pemilik tanah kohir 511 seluas hampir dua hektare di Kelurahan Kraton.

    Terungkap dalam sidang, jika sejak 2013 Kantor Kelurahan Kraton tidak memiliki buku Letter C dan buku kretek tanah desa. Menurut keterangan Evy, buku letter C tersebut sempat dia bawa dan tidak diserahkan kepada penggantinya, M Imbran. Alasannya, dia tidak sempat menyerahkan, karena dokumen negara itu, dia bawa pulang ke rumahnya dan tidak disimpan di Kantor Kelurahan.

     Namun, terangnya di hadapan persidangan, buku tersebut kemudian dia serahkan kepada Imbran. Tai, belakangan dia ketahui kalau buku tersebut hilang. Atau, dihlangkan oleh Imbran. ’’Sudah saya kembalikan, diserahkan kepada anak buahnya. Tidak tahu kalau sekarang apakah sudah hilang,’’ kelit Evy.

     Dia juga membantah mengetahui perihal jual beli atau penandatanganan akta jual beli di Kantor Notaris Agung Teguh Sutanto antara Titik Sundari dan Bambang Suwito dengan pembeli tanah kohir 511 tersebut. Pihak Evy juga keberatan menjawab pertanyaan tentang siapa yang menbawa Titiik dan Bambang ke Kantor Notaris Agung. Dan siapa yang memperkenalkan antara Titik Sundari dengan pembeli tanah kohir 511 tersebut.

    Intinya, Evy menerangkan bahwa dia tidak tahu menahu tentang akta jual beli antara Titik Sundari, Bambang Suwito dengan pembeli Siti Fatonah. Dia hanya menerangkan kalau keterlibatannya dalam perkara ini di tahun 2015, yakni setelah tanah Kohir 511 dijual dan diproses sertifikat, kapasitasnya adalah sebagai mantan lurah. Karena Lurah Kraton yang menggantikannya, yaitu, M Imbran tidak tahu apa-apa soal tanah di Kelurahan Kraton. Dan dia yang tahu soal peta tanah Kraton. ’’Saya hanya membantu,’’ tukasnya.

     Hal tersebut, juga diiyakan oleh saksi Abu Siri. Saat memberikan kesaksian, Abu Siri bahkan menerangkan bahwa setiap pengukuran tanah di Kraton, Bahkan, dia mengungkapkan bahwa setiap ada penyertifikatan dan pengukuran tanah di Kelurahan Kraton, selalu mengikutsertakan Evy. Termasuk saat pengukuran proses sertifikasi tanah Kohir 511 yang saat ini disengketakan.

     ’’Kalau tanah ini (kohir 511) yang ngukur tanah di Kraton, waktu itu yang datang empat orang. Saya sendiri, kemudian Ibu Evy, kemudian Pak Lurah (M Imbran, dan satu dari BPN Bangkalan,’’ tegas Abu Siri. Menurut Abu Siri, setiap pengukuran tanah, dari BPN yang datang hanya satu orang.

     ’’Oh, jadi kalau ngukur tanah itu hanya empat orang? Dari BPN hanya satu orang?’’ tanya majelis hakim. Pertanyaan tersebut dijawab iya oleh Abu Siri. ’’Ya Pak Hakim. Hanya empat orang,’’ tandas Abu Airi.

      Yang menarik, malah Abu Siri mengaku kalau dialah pemilik sebenarnya dari tanah kohir 511 yang dijual oleh Titik Sundari dan Bambang Suwito. ’’Tanah itu sebenarnya punya saya. Dulu tanah itu dibeli oleh ibu saya dari bapaknya Sadi (penggugat),’’ ucap Abu Siri.

     Kenapa dia tidak protes keberatan? Abu Siri mengatakan kalau dia ttidak enak hati untuk protes atau keberatan, karena sejak kecil dia diasuh oleh bapak dan ibunya Sadi. Tentu saja jawaban tersebut mengundang keheranan dari pihak penggugat. ’’Ini bagaimana? Abu Siri diasuh oleh keluarga penggugat karena tidak mampu. Tetapi, Abu Siri mengatakan kalau ibunya malah mampu membeli tanah seluas tujuh belas ribu dari keluarga penggugat yang mengasuhnya. Tidak mampu mengasuh anak, tetapi mampu membeli tanah yang luasnya hampir dua hektare,’’ cetus Achmad Zaini, kuasa hukum penggugat.

     Yang lebih menarik, saat ditunjukkan surat waris di hadappan majelis hakim, dimana di atas surat tersebut terdapat nama Abu Siri sebagai saksi surat waris tersebut, dia mengatakan bahwa tandatangannya diduga dipalsu. ’’Ini benar nama saya, Abu Siri. Tetapi, tandatangan ini bukan tandatangan saya,’’ aku Abu Siri. (ris)

 

 

Takut Ketahuan Palsu, AJB Disembunyikan

BANGKALAN-Meski sudah diketahui kalau tanah kohir 511 itu dijual dengan akta jual beli tanggal 10 September 2015 di Kentor Notaris Agung Teguh Sutanto, namun hingga sidang pembuktian, AJB tersebut tidak pernah muncul dalam persidangan. Justru, yang muncul adalah dua akta pembatalan yang berbeda. Yang menarik, dalam akta pembatalan jual beli yang juga dibuat Notaris Agung Teguh tersebut, tandatangan Bambang Suwito diwakili oleh Titik Sundari.

     Dalam sidang kemarin, Bambang Suwito menanyakan hal itu kepada saksi Evy. ’’Siapa yang menandatangani akta jual beli dan mengaku bernama Bambang Suwito tersebut?’’ ucap Bambang. Padahal, sambungnya, dia tidak pernah datang ke Kantor Notaris Agung dan tidak pernah menandatangani akta jual beli.

    Meski tidak menyebut tandatangannya dipalsu atau AJB nya palsu, namun Bambang menegaskan bahwa bukan dirinya yang datang dan menandatangani akta jual beli. Apalagi menerima uang jual beli senilai Rp 700 juta.

     Malah, dalam sidang kemarin, perkara terseut semakin menarik setelah Abu Siri mengaku bahwa dialah pemilik asli tanah tersebut. Tapi, dijual oleh Titik Sundari dan Bambang Suwito. Meski demikian, Abu Siri mengaku tidak keberatan walaupun tanah miliknya itu dijual oleh Titik dan Bambang. ’’Ini aneh, sekarang Abu Siri yang mengaku pemilik tanah. Sebelumnya, dalam jawaban gugatan dan lain-lain pihak Titik Sundari dan Bambang yang mengaku sebagai pemilik tanah Kohir 211. Proses jual beli dan sertifikasi tanah kohir 511 ini benar-benar tidak beres,’’ tukas Zaini.

     Pada 2015 yang mengukur dan menentukan titik batasnya mantan lurah. Lurahnya tidak tahu apa-apa, tapi hanya melegalisir dan membuatkan surat waris pada Februari 2016. Lurahnya tidak punya buku letter C, tapi melegalisir bahwa fotocopy letter C itu telah sesuai dengan aslinya.

     Lalu, Abu Siri mengaku tidak datang waktu mediasi di BPN Bangkalan tanggal 10 Desember 2015. Padahal, ungkap Zaini, dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa saat itu Abu Siri datang dalam mediasi, bahkan banyak bicara. ’’Yang datang waktu mediasi itu antara lain; Camat Bangkalan, Salman; Lurah Kraton, M Imbran; Sekkel Kraton, Zainal; saudari Evy Aisya; lalu Titik Sundari; Abu Siri; dan Bambang Suwito yang diwakili oleh pengacara bernama Badri,’’ ujar Zaini.

    Dari pihak penggugat, diwakilkan atau dikuasakan kepada Fathurrahman Said dan Achmad Zaini. Mediasi, dipimpin langsung oleh Kepala BPN Bangkalan, Winarto. Dari pihak pemmbeli yang datang langsung Siti Fatonah. ’’Kok sekarang ngomong semua lupa tentang mediasi tersebut, aneh. Benar-benar aneh dan tidak beres,’’ tegas Zaini.

     Ketidak beresan lain, AJB tanggal 10 September yang jadi dasar proses sertifikasi itu sampai saat ini tidak muncul dalam persidangan. Yang muncul adalah dua akta pembatalan jual beli, yang tidak mencantumkan nilai transaksi dan tandatangan salah satu pihak diwakilkan kepada orang lain. ’’Kalau ada surat atau akta pembatalan jual beli, artinya ada akta jual beli yang dibatalkan itu. Lalu,, kalau memang proses sertifikasinya telah dibatalkan oleh BPN, harusnya juga ada berita acara pembatalan sertfikasi,’’ ujar Zaini.

     Jangan-jangan, duga Zaini, BPN Bangkalan ikut “bermain” , yaitu dengan sengaja tidak membuat berita acara pembatalan sertifikasi. ’’BPN gambling, kalau gugatan kalah sertifikatnya tetap dilanjutkan, kalau kalau baru dibuatkan berita acara pembatalan. BPN lah kunci dari perkara ini, tapi jadi aneh ketika BPN ikut bermain. Ada yang tidak beres,’’ sergah Zaini.(ris)

 

 

SaksiPenggugatYakin, Isi AJB Kohir 511 Palsu

BANGKALAN-Rabu (9/11) sengketa tanah Kohir 511 seluas 17.470 meter persegi di Kelurahan Kraton, kembali dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Pihak penggugat menghadirkan satu saksi, Risang Bima Wijaya, yang merupakan warga tanah tersebut, dan banyak mengetahui perihal tanah di Kraton, karena tinggal di Kraton sejak 1973 hingga tahun 2001. Dan tetap memiliki rumah di Kelurahan Kraton.

    Risang yang juga bekerja sebagai wartawan, juga pernah menuliskan tentang tanah-tanah sengketa dan tidak beres di Kelurahan Kraton. Dalam persidangan, Risang menyatakan bahwa dia tahu kalau tanah tersebut adalah milik Pak Sura. ’’Tapi saya tidak tahu saat ini tanah tersebut dikuasai oleh siapa. Saya hanya tahu kalau pada September 2015, tanah Pak Sura itu dijual oleh orang bernama Titik Sundari dan Bambang Suwito,’’ kata Risang.

      Hal itu sambung Risang pernah dia tulis juga di media cetak. ’’Dari tulisan itu, keluarga Bambang datang kepada saya dan mengklarifikasi bahwa Bambang Suwito yang menandatangani akta jual beli tersebut adalah Bambang Suwito palsu,’’ ungkap Risang.

     Pihak Bambang juga menyatakan bahwa Bambang yang asli bernama Bambang Suwito Cipto, dan pada tanggal 10 September 2015, saat penandatanganan akta jual beli tersebut, Bambang Suwito Cipto atau Bambang Suwito yang asli, sedang berada di Blora Jawa Tengah. ’’Keluarga Bambang juga mengklarifikasi bahwa Bambang Suwito Cipto tidak pernah tinggal dan memiliki KTP Bangkalan, tidak pernah teken akta jual beli tanah di notaris, tidak pernah terima uang tujuh ratus juta rupiah hasil jual beli tanah,’’ terang Risang.

      Dari situlah, sambungnya, kemudian Risang menduga kuat kalau akta jual beli tanah kohir 511 Kelurahan Kraton, adalah palsu atau ada tandatangan salah satu pihak yang dipalsukan. Yaitu tandatangan Bambang. ’’Jadi, berawal dari pihak Bambang itulah, saya tahu kalau jual beli itu palsu,’’ tegas Risang, di muka persidangan.

      Majelis hakim menanyakan bagaimana Risang mengetahui batas-batas tanah tersebut. Risang menceritakan, dia mengetahui batas-batas tanah yang disengketakan itu pada tahun 2015, saat dia hendak mengajukan gugatan cerai dan gugatan harta gono gini.  ’’Untuk mengetahui letak tanah dan batas-batasnya, maka saya turun ke lokasi yang notabene adalah kampung halaman saya tersebut, dari situlah saya tahu dimana tanah kohir 511 milik Pak Sura dan batas-batas tanah yang lain,’’ urainya.

      Sebelumnya, ungkap Risang, sekitar tahun 2012 untuk keperluan pemberitaan tentang pembangunan perumahan polisi. Saat itu masih ada buku letter C dan buku kretek desa. ’’Tapi saya tidak ada perhatian khusus pada tanah kohir 511 itu, karena memang bukan urusan saya dan tidak ada kepentingan khusus,’’ katanya. Lalu, tambah dia, pada akhir 2015 saat akan memasukkan gugatan gono gini Rsang kembali datang ke beberapa lokasi di Kelurahan Kraton, termasuk di sekitar tanah kohir 511. ’’Tapi, tidak khusus dan tidak fokus ke lokasi kohir 511. Jadi, saya hanya sekedar tahu batas dan lokasinya saja, kalau bentuknya masih berupa rawa dan hutan nipah, hanya sebagian yang seperti tambak ikan. Untuk selebihnya saya tidak tahu, dan tidak lagi pernah datang ke lokasi tersebut karena medannya yang sulit serta tidak ada keperluan lagi,’’ terangnya. 

     Selanjutnya dia datang ke Namun ternyata, Kantor Kelurahan Kraton untuk kepentingan gugatan gono gininya tersebut. Namun ternyata, pihak Kelurahan Kraton menyatakan bahwa sejak tahun 2013, Kantor Kelurahan tidak memiliki buku Letter C dan buku kretek tanah. Karena itulah, kemudian dia datang ke BPN Bangkalan, untuk mencari tahu. ’’Sebab saya datang ke BPN, pertama karena salah satu objek gono gini yang saya gugat sudah bersertifikat atas nama orang lain, yang belakangan saya duga dilakukan dengan cara-cara palsu,’’ ungkap Risang.

    Kedua, lanjut dia, karena Kantor Kelurahan Kraton tidak memiliki buku Letter C dan buku kretek tanah. ’’Nah, saat itulah saya tahu kalau tanah kohir 511 sudah dijual dan diproses sertifikat. Tapi, itu bukan urusan saya. Namun, saya kemudian tertarik pada tanah kohir 511 tersebut, setelah kemudian mengetahui kalau tanah itu diblokir oleh BPN atas keberatan dari keluarga Pak Sura. Tapi sekali lagi, itu bukan urusan saya,’’ kata Risang.

     Dia menegaskan bahwa hanya mengetahui kalau tanah itu diblokir, kemudian digugat, dan ada laporan berkaitan tanah tersebut di Polda Jatim. ’’Hanya itu yang saya ketahui. Saya tidak mengetahui asal-usul tanahnya, siapa yang menggarap dan menguasai, siapa yang menjual, serta siapa yang menerima uangnya,’’ kata Risang. Yang dia ketahui hanya, bahwa tanah itu punya Pak Sura yang punya dua anak bernama Sadi dan Naimah. Namun tidak kenal dengan anak-anak Sadi dan Naimah.

     Dalam persidangan, Bambang Suwito Cipto yang hadir sempat menanyakan apakah Risang mengetahui siapa yang menandatangani akta jual beli tanah kohir 511 tersebut. Dengan tegas Risang menyatakan tidak mengetahuinya. ’’Yang jelas bukan saya yang mendatangani,’’ tegas Bambang, menyudahi pertanyaannya.

     Sementara Yusron Marzuki yang jadi kuasa hukum Titik Sundari dan Lurah Kraton menanyakan tentang silsilah dan ahli waris dari Pak Sura. ’’Saya tidak tahu soal silsilah Pak Sura. Yang saya tahu hanya tanah itu punya Pak Sura karena kami berada dalam satu kampung dan setelah Pak Sura Meninggal tanah itu digarap anak-anaknya Pak Sura yang setahu saya bernama Sadi dan Naimah. Selebihnya saya tidak tahu,’’ tegas Risang.

     Sedangkan pihak BPN menanyakan apakah Risang mengetahui sampai sejauh proses sertifikasi tanah kohir 511 tersebut. ’’Terakhir saya mengetahui kalau BPN Bangkalan sudah menerbitkan nomor induk bidang tanah dan sudah mengeluarkan pengumuman untuk menerbitkan sertifikat. Lalu, pihak pembeli pernah menceritakan kapada saya bahwa dia akan membatalkan jual belinya dan meminta uangnya kembali, karena ternyata tanah kohir 511 itu ruwet dan sengketa. Selebihnya saya tidak tahu,’’ tegas Risang.

     Sempat terjadi ketegangan antara Nurus Shobah, kuasa hukum notaris Agus Teguh Sutanto yang dalam perkara ini menjadi tergugat tigadengn Risang. Pasalnya, Nurus Shobah malah banyak menanyakan masalah pribadi saksi Risang. Yakni masalah perceraian, masalah rumah tangga Risang. ’’Ini tidak ada hubungan dengan perkara ini, maka saya tidak bersedia menjawab,’’ tegas Risang, kepada majelis hakim. Selanjutnya, Nurus Shobah menanyakan perihal akta jual beli, yang menurut kesaksian Risang isinya diduga palsu. ’’Kok bisa saksi menyatakan kalau akta jual beli itu palsu,’’ sergah Nurus Shobah.

     Atas pertanyaan tersebut, Risang menerangkan bahwa dia tidak pernah menyebut jika AJB itu palsu. Namun, dia kemudian menduga palsu dan yakin dipalsukan, setelah pihak Bambang datang kepadanya menerangkan bahwa Bambang Suwito dalam akta jual beli itu adalah palsu. ’’Jadi, seorang keluarga Bambang Suwito datang kepada saya, mengklarifikasi berita bahwa Bambang Suwito dalam AJB itu palsu, tidak pernah ada di Bangkalan, tidak pernah punya KTP Bangkalan, dan nama aslinya adalah Bambang Suwito Cipto, ber KTP di Bloa Jawa Tengah. Bambang asli tidak pernah teken AJB di notaris, tidak pernah jual tanah, dan tidak pernah terima uang. Dari situlah kemudian saya simpulkan kalau AJB itu palsu. Lah, orang yanga namanya ada dalam AJB sendiri bilang kalau palsu, maka saya simpulkan AJB itu palsu. Selebihnya saya tidak tahu siapa yang memalsu,’’ tandas Risang.

          Menjelang sidang berakhir, kuasa hukum penggugat, Arif Sulaiman menanyakan darimana Risang mengetahui adanya laporan pidana berkaitan tanah kohir 511 tersebut. ’’Saya mengetahui dari Polda Jatim. Terlapornya Titik Sundari,’’ jawab Risang.

      Usai sidang, berkaitan dengan laporan pidana di Polda Jatim tersebut, Risang mengungkapkan bahwa dalam laporan tersebut disebutkan bahwa terlapor bukan hanya Titik Sundari. ’’Dalam laporan itu disebutkankan terlapor adalah Titik Sundari dan kawan-kawan. Namun, siapa yang dimaksud dan kawan-kawan itu, saya tidak tahu dan tidak berusaha menggalinya, karena kasus tanah kohir 511 tersebut bukan urusan pribadi saya, dan saya nilai belum layak untuk dijadikan berita,’’ pungkas Risang.

     Untuk diketahui, sebelum sidang kesaksian, majelis hakim dan para pihak sudah melakukan peninjauan setempat (PS) ke lokasi tanah kohir 511 tersebut. Dalam PS tersebut, ternyata Titik Sundari tidak bisa menunjukkan batas-batas dan letak tanah yang dijualnya tersebut, sesuai AJB yang dia tandatangani. ’’Saat PS, Titik Sundari yang mengaku menguasai dan menjual tanah itu sesuai AJB tanggal 10 September 2015, tidak tahu letak tanahnya dan tidak tahu batas tanahnya. Ini membuktikan kalau Titik Sundari tidak pernah tahu dan tidak pernah memiliki tanah tersebut, dan telah menjual dengan cara-cara melawan hukum,’’ tegas kuasa penggugat, Arif Sulaiman. (ris)

Pos terkait