Bangkalan, maduracorner.com – Sudah diprediksikan jika pencurian tanah besar-besaran di Kelurahan Kraton antara tahun 2010-2013 bakal meledak. Meski seluruh data tanah di Kelurahan Kraton, sejak tahun 2013 hilang, dan tak lagi ada di Kelurahan Kraton, tapi kini pemalsuan data tanah dan perampokan tanah tersebut mulai terbongkar. Sebagian warga yang tanahnya hilang, mulai ada yang menggugat melalui jalur hukum. Warga menggugat Lurah Kraton, notaris dan PPAT yang diduga membuat akta jual beli palsu, orang yang namanya dicatut untuk jadi pemilik tanah dengan imbalan.
Sebanyak tujuh warga Kraton, yang mengklaim pemilik asli dari tanah 17.470 meter persegi di Kelurahan Kraton, mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Bangkalan. Mereka adalah ahli waris dari tanah kohir 511 Persil 31 Klas D VI di Kraton, yang pada September 2015 tiba-tiba berpindah tangan kepada Titik Sundari dan Bambang Suwito.
Perpindahan tangan tersebut diduga dilakukan dengan cara memalsu data dan dokumen tanah Kraton. Pemalsuan dan manipulasi data tanah di Kelurahan Kraton, diduga kuat dilakukan langsung oleh Lurah Kraton, sebagai pemegang buku letter C dan data-data serta dokumen tanah lain.
Namun, Lurah Kraton yang menjabat sejak 2013, Mohammad Imbran mengaku kalau sejak menjabat hingga sekarang dia tidak pernah memiliki buku tanah atau buku letter C Kelurahan Kraton. Data-data tanah diduga kuat masih dikuasai oleh mantan Lurah Kraton (2010-2013) Evi Aisya, yang saat ini berpindah tugas di Dinas Kopersai dan UMKM Bangkalan.
Dalam kasus tanah kohir 511 Kelurahan Kraton, ternyata memang Evi yang mengambil peran, dan menjual tanah tersebut kepada seorang kontraktor bernama Siti Fatonah, seharga Rp 700 juta. Akta jual beli dibuat sekitar September 2015 di hadapan Notaris PPAT Agung Teguh Sutanto.
Yakni, jual beli antara Siti Fatonah dengan Titik Sundari dan Bambang Suwito. Nah, diduga kuat, akta jual beli yang dibuat tersebut adalah palsu. Atau dibuat dengan cara-cara yang tidak benar. Dalam gugatan nomor 10/Pdt.G/2016/PN.Bkl, disebutkan bahwa jual beli yang dilakukan di notaris Agung Teguh Sutanto hanya didasarkan pada foto copy lembaran letter C, yang dilegalisir oleh Lurah Krraton, sehingga seolah-olah data tanah tersebut benar.
Padahal, Lurah Kraton M Imbran yang melegalisir foto copy letter C tersebut sama sekali tidak memiliki aslinya, sebagai pembanding bahwa foto copy itu memang benar sesuai asli. Akta jual beli tersebu, juga tidak dihadiri oleh Bambang Suwito. Tapi, disebutkan bahwa penjual tanah adalah Titik Sundari dan Bambang Suwito.
’’Tapi, yang kami gugat di sini adalah Titik dan Bambang, atas dugaan perbuatan melawan hukum karena menjual tanah yang bukan haknya dengan cara-cara melanggar hukum, memalsu data-data tanah atas bantuan orang orang lain,’’ kata kuasa hukum penggugat, Arif Sulaiman SH.
Dalam gugatan tersebut, para penggugat juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 2,8 miliar sebagai ganti rugi, tas tanah yang dijual tanpa hak dan dengan cara palsu tersebut. Dari luas 17.470 meter persegi yang telah dijual oleh mantan Lurah Kraton dengan menctut nama Titik dan Bambang adalah seluas 14.081 meter persegi seharga Rp 700 juta.
Menariknya, uang ratusan juta tersebut tidak pernah diterima oleh Titik Sundari maupun Bambang Suwito. Tetapi, diterima oleh mantan Lurah Kraton Evi Aisya Adriani setelah penandatanganan akta jual beli palsu di kantor notaris Agung Teguh Sutanto.
Ada cerita menarik lain di balik mudahnya akta notaris ratusan juta dibuat dengan cara tidak benar, yang melibatkan mantan Lurah Kraton. pada 30 Juli 2016, terdapat surat aduan masuk di Vadan Inspektorat Bangkalan, yang mengadukan tentang dugaan telah terjadinya hubungan khusus antara mantan Lurah Kraton yang berstatus janda tersebut, dengan notaris Agung.
Surat aduan tersebut sedikit menjawab, mengapa mantan Lurah Kraton yang janda itu bisa membuat akta jual beli ratusan juta dengan syarat-syarat yang tidak lengkap dan kurang benar. Aduan perbuatan tak patut terhadap mantan Lurah Kraton yang masuk ke Badan Inspektorat Bangkalan, sebenarnya adalah yang kedua. Dua laporan dengan dua laki-laki teman selingkuh. Namun, tak satupun laporan tersebut yang diproses.(ris)
Sertifikasi dengan Data Palsu
SEBELUM masuk ke pengadilan, tanah di kohir 511 tersebut sebenarnya [erah dimediasi di BPN Banglalan, namun buntu. Dan sudah lama bermasalah. Yakni sejak terbitnya pengumuman dari BPN Bangkalan, tanggal 19 Oktober tentang hasil ukur nomor NIB 00994 di kohir Nomor 511 Klas D IX Kelurahan Kraton, atas nama Siti Fatonah Rachmaniah, seluas 14.081 atau hampir satu setengah hektare.
Dalam mediasi di Kantor BPN Bangkalan, Fatonah menyatakan bahwa dia membeli tanah tersebut dari dua orang bernama Titik Sundari dan Bambang. Tidak ada yang salah dengan transaksi tanah tersebut. Namun, Titik Sundari dan Bambang merasa tidak pernah menjadi pemilik tanah tersebut. Apalagi pernah menerima uang muka sebesar Rp 400 juta, dari tanah seharga Rp 700 juta.
’’Kapan saya menerima uang itu,’’ kata Titik. Dalam mediasi di Kantor BPN Bangkalan, Titik juga mengaku tidak tahu soal pembayaran uang di hadapan Notaris Agung di Jalan Sukarno Hatta yang dimaksud. Titik menyatakan bahwa dia tidak pernah menerima uang tersebut. Dugaannya, uang Rp 400 juta tersebut diterima dan masuk ke kantong pribadi mantan Lurah Kraton, Evy Aisya, yang sedari awal memang yang mengurus sertifikasi dan melengkapi data-data tanah atas nama Titik Sundari dan Bambang tersebut. Namun, dalam mediasi tersebut, Evy sendiri tampak tak banyak bicara.
Lantas siapa yang menuliskan nama Titik Sundari dan Bambang di buku letter C sebagai pemilik lahan. Tentu saja, orang yang memiliki buku letter C asli, yakni mantan Lurah Kraton. Sebab, dalam mediasi yang juga dihadiri Camat Bangkalan, tersebut, Lurah Kraton saat ini, Imran, menyatakan bahwa dia tidak memiliki buku letter C asli sejak dia menjabat.
’’Saya hanya mengesahkan foto copy yang disodorkan untuk pengurusan sertifikat,’’ aku Imran. Siapa yang Evy (mantan Lurah Kraton) yang mengurus tanah yang diatas namakan Titik dan Bambang itu. Imran mengaku hanya menandatangani, foto copy yang disodorkan. Usut punya usut, untuk mendapatkan legalisir dan tandatangan Lurah Kraton, di atas data palsu itu, muncul isu santer adanya suap.
Kebenaran bahwa kepemilikan tanah atas nama Titik dan Bambang itu dipalsu menjadi nyata, karena ternyata kohir asli atas tanah tersebut, masih dipegang dan dimiliki oleh pemilik sebenarnya, yakni Sadi. Dan, hingga tahun 2015, Sadi masih membayar pajak atas tanah Kohir 511 persil D IX tersebut. Lantas, atas dasar apa BPN mengesahkan pengukuran tanah itu. Ternyata, di dalam berkasnya, terdapat bukti pembayaran pajak atas nama Saiya, yang ternyata bukan untuk membayar pajak Kohir 511.
’’Yang dibayar pajaknya Kohir lain yang letak tanahnya berbeda, kok BPN bisa mengesahkan itu sebagai pembayaran pajak untuk Kohir 511. Jelas ada yang tidak beres di BPN,’’ tegas Zaini, bagian advokasi LSM Lempar, yang mengadvokasi warga Kelurahan Kraton yang tanahnya dicaplok pemilik-pemilik fiktif tersebut. Dan, sambungnya, bagaimana Lurah Kraton (Imran) bisa melegalisir foto copy letter C yang disodorkan mantan Lurah Kraton, Evy, sementara Kelurahan Kraton tidak memiliki letter C yang asli. ’’Dibandingkan dengan apa kok Lurah Kraton (Imran) langsung mengesahkan dan dinyatakan cocok dengan aslinya, sementara Letter C aslinya tidak ada. Atau, jangan-jangan…,’’ sergah Zaini, sambil memutus kalimatnya. Imran sendiri kemudian mengakui kalau pihaknya, memang tidak pernah memiliki buku letter C yang asli, dan hanya percaya pada fotocopy letter C dan kohir yang disodorkan Evy (mantan Lurah Kraton sebelum dia) untuk dilegalisir olehnya.
Yang lebih parah, sambung Fathorrahman Said, Ketua LSM Lempar, yang ikut dalam mediasi itu, adanya nama Dasino yang juga tiba-tiba menjadi pemilik tanah seluas 10.791 di Kohir 511 Persil D IX, sesuai pengumunman BPN Bangkalan tanggal 26 Agustus 2015, padahal kohir asli itu sampai saat ini masih dipegang atau menjadi hak milik Sadi. ’’Sangat jelas kalau semua data pengajuan kepemilikan tanah di atas Kohir 511, yang total luasnya 4,1 hektare itu, ada permainan mafia tanah. Semua datanya dipalsu, dan kami menduga BPN terlibat dalam pencaplokan tanah warga ini,’’ sergah Jimhur, sapaan Fathorrahman Said. (ris)
Warga Siapkan Empat Gugatan
PEMALSUAN data tanah yang terjadi di Kelurahan Kraton, tak hanya terjadi pada kohir 511 Persil 31 D VII. Jumlah sertifikat yang diajukan jumlahnya puluhan. Memang tak semuanya atas nama Evy Aisya. Hanya ada satu saja yang diatasnamakan Evy. Puluhan lain, atas nama orang lain. Seolah, tanah puluhan hektare itu adalah milik orang lain. Keganjilan awalnya, puluhan hektare tanah itu, semuanya dikuasakan kepada Evy Aisya, untuk pengurusan sertifikat dan penjualannya. Termasuk pemecahan tanahnya, semuanya dikuasakan kepada Evy.
Namun, belakangan diketahui kalau nama-nama pemilik tanah dan surat kuasa yang dijadikan syarat pengurusan sertifikat puluhan hektare tanah di Kelurahan Kraton tersebut, adalah palsu. KTP pemilik nya juga palsu, atau fiktif. Jika ada KTP asli, ternyata pemilik KTP tidak tahu jika KTP nya digunakan untuk syarat mencaplok tanah warga dan tanah negara di Kelurahan Kraton. Para pemilik KTP tersebut, adalah orang-orang miskin, yang namanya dicatut menjadi pemilik tanah puluhan hektare di Kelurahan Kraton. Padahal, sejatinya tanah-tanah itu dikuasai oleh Evy Aisya, mantan Lurah Kraton.
Pengurusan dan penerbitan sertifikat puluhan hektare tanah di Kraton tersebut, waktunya hampir seragam. Yakni, pada kurun 2011 hingga 2015. Kebanyakan pengesahan lurah atas lembar foto copy letter C desa, dilakukan saat Evy menjabat sebagai lurah.
Arif Sulaiman dan tik kuasa hukum warga Kraton yang lain mengatakan bahwa nanti akan ada empat gugatan yang masuk ke PN Bangkalan, terkait pemalsuan tanah di Kelurahan Kraton.
’’Sekarang yang pertama kali masuk adalah pemalsuan dokumen, akta jual beli, dan data-data tanah lain di kohir 511 persil 31. Selanjutnya, ada tiga gugatan lain yang kami susulkan,’’ tegas Arif.
Tiga gugatan lain tersebut, adalah gugatan terhadap tanah yang sudah diterbitkan sertifikatnya oleh BPN Bangkalan. ’’Ada belasan sertifikat di Kelurahan Kraton yang kita gugat, dan tentu semua tergugatnya adalah Lurah Kraton,’’ kata Arf. Dalam gugatan, semua mencantumkan jumlah ganti rugi dan dimohonkan kepada pengadilan untuk melakukan blokir terhadap objek tanah, proses sertifikasinya, dan sertifikat yang sudah terbit agar diblokir hingga gugatan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Diantara yang akan digugat adalah 19 sertifikat pecahan dari tanah seluas 3.340 meter persegi di Kampung Kidul Dalam, yang dicaplok, dan diatasnamakan orang lain, dengan data-data yang dipalsu. Pemalsuan dan pencaplokan itu, juga dibantu oleh notaris dan PPAT, dengan memalsu akta jual beli. ’’Nanti di pengadilan akan terungkap bagaimana perolehan tanah tersebut, bagaimana perpindahannya, dan bagaimana bisa terbit 19 sertifikat atau mungkin lebih,’’ kata Arif.
Sedangkan Lurah Kraton saat ini, Imbran terpaksa terlibat meski tidak mengetahui urusan pamalsuan data tanah tersebut. Sejak November 2013 hingga saat ini, Kelurahan Kraton tak memiliki buku tanah. Dan Lurah Kraton yang baru, buta akan peta tanah di kelurahan Kraton. ’’Yang kita gugat bukan mantan lurah. Tetapi Lurah Kraton saat ini,’’ tegas Arif.
Imbran sendiri mengaku kaget, ketika sertifikat-sertifikat yang baru-baru ini diterbitkan di Kelurahan Kraton, pemiliknya banyak yang fiktif. Diantaranya, adalah atas nama Sukarno, Jasrudin, Samodin, dan beberapa nama lain yang memiliki KTP dengan alamat Jalan Jokotole Gang III Dalam Kampung. ’’Kampung itu tidak ada di Kelurahan Kraton. Tidak ada alamat itu. Kami pastikan itu adalah KTP palsu,’’ tegas Imran.
KTP-KTP palsu tersebut, semuanya diterbitkan pada tahun 2012, di saat Evy menjabat sebagai Lurah Kraton. Yang lebih mengagetkan Imran, ternyata, Kantor Kelurahan yang ditempatinya bersama perangkat Kelurahan Kraton selama puluhan tahun, tiba-tiba berpindah tangan. Pada Februari 2013, BPN Bangkalan menerbitkan sertifikat hak milik nomor 1913 Kelurahan Kraton atas nama Sukarno.
’’Tiba-tiba kita diusir oleh orang bernama Sukarno, yang setelah kita cari, ternyata orang tidak ada. KTP dan KSK nya palsu. Tapi, anehnya, Sukarno menjadi pemilik kantor desa, yang bangunannya adalah milik atau aset Pemkab Bangkalan,’’ kata Imran.
Untuk menegaskan bahwa Sukarno adalah fiktif dan kampung atau dusun di Jl Jokotole III Dalam Kampung RT. 05/RW.04, adalah fiktif, Imran menerbitkan surat keterangan nomor 474/23/433.401.5/2014 tertanggal 23 Desember 2014, bahwa nama Sukarno dengan KTP nomor 352601 010366 0002, adalah palsu.
Bahkan, saat itu Imran mengaku sudah menyampaikan hal itu kepada pihak BPN Bangkalan dan Kecamatan Bangkalan serta Pemkab Bangkalan, bahwa pemilik Kantor Kelurahan Kraton adalah fiktif, dan sertifikat hak milik yang diterbitkan BPN Bangkalan, dinilai cacat.
Entah karena apa, Pemkab Bangkalan memilih mengalah dengan Sukarno yang fiktif tersebut, dan mengucurkan dana Rp 2,5 miliar untuk kantor baru Kelurahan Kraton. Usulan dana 2,5 miloiar itu pun, diusulkan oleh Evy, pada Musrenbang 2013. Dan Evy pula yang kini menciptakan Sukarno fikfif, dengan menerbitkan KTP dan KSK fiktif. Akhir tahun ini, perangkat Kelurahan Kraton harus hengkang dari kantor yang dulunya adalah milik Pemkab dan digunakan sebagai Bank Desa.
Bagaimana tanah itu bisa dikuasai penduduk fiktif bernama Sukarno? Tentu saja hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang punya akses ke dalam data dan dokumen desa. Data-data penduduk, waris, dan status tanah Kantor Kelurahan Kraton, terlebih dahulu dirubah dan dihilangkan aslinya. Lalu, dibuatkan kepemilikan tanah di bukuk desa, seolah tanah itu dikuasi sejak lama dan turun temurun oleh nenek moyang Sukarno. Tentu saja, nenek moyang itu juga fiktif. Lalu, semua data palsu itu disahkan oleh lurah.
Tapi, tak ada kejahatan yang sempurna, saat pendaftaran pengukuran, tanah yang jadi Kantor Kelurahan Kraton tersebut, pendaftar pengukurnya bernama Slamet, warga Jalan Jokotole V Nomor 51. Slamet sendiri hingga saat ini masih hidup, dan tidak pernah merasa memiliki tanah yang dijadikan Kantor Kelurahan Kraton yang letaknya di Jalan Jokotole III nomor 10 tersebut. ’’Saya tidak tahu apa-apa. membaca saja saya tidak bisa, apalagi sampai ngurus-ngurus pengukuran dan sertifikat,’’ aku Slamet. Bahkan, Slamet yang warga asli Sampang itu, sama sekali tidak merasa pernah mendaftarkan pengukuran atas tanah yang ditempati Kantor Kelurahan Kraton.
Padahal, dalam peta bidang tanah Nomor 1564 yang dikeluarkan BPN Bangkalan, jelas terulis Slamet dengan KTP yang sama, yang mendaftarkan pengukuran tanah, pada 11 Agustus 2011. Dan jelas pula, dalam peta bidang itu tertulisl, penggunaan tanah adalah Balai Desa Kraton. Peta bidang itu, kemudian disahkan BPN Bangkalan pada 10 Januari 2012. Dan sertifikatnya diterbitkan dengan nomor 1913 tanggal 2 Januari 2013. Bama pemiliknya, bukan Slamet, tetapi Sukarno. Nah, Sukarno sendiri sama sekali tidak terlibat atau muncul batang hidungnya, termasuk saat mengusir perangkat Kelurahan Kraton, karena Sukarno adalah penduduk fiktif yang diciptakan oleh Lurah Kraton, untuk menguasai da menjual Kantor Kelurahan Kraton.
Saat ini, diduga kuat, tanah eks kelurahan Kraton tersebut sudah berpindah tangan kepada orang lain. Dan, tentu saja dengan akta jual beli yang pasti dipalsukan. Sebab, akta jual beli itu pasti dibuat tanpa kehadiran Sukarno. Keluarga Sukarno yang lain yang disebu bernama Ningsih dan Ninti, ternyata diketahui kalau juga asuk dalam kartu susunan keluarga lain. Nama yang sama, NIngsih dan Ninti, ternyata terdapat dalam KSK atas nama Supiya.
Kepala Badan Pertanahan Bangkalan Winarto menyatakan siap jika ada gugatan hukum, karena pihaknya bekerja sesuai dengan prosedur. Namun, sambungnya, kepada koran ini, sekarang BPN Bangkalan akan lebih hati-hati dan teliti jika menerima pengurusan sertifikat di Kelurahan Kraton. ’’Setelah mengetahui ada hal seerti ini, kita akan lebih teliti dan hati-hati untuk sertifikasi di Kelurahan Kraton,’’ kata Winarto, beberapa waktu lalu.(tim)
Kuasai Tanah dengan Catut Nama
ADALAH Dasino, yang ber KTP Jalan Pemuda Kaffa. Dia dikenal sebagai seorang tukang becak, yang pada 2015 tiba-tiba memiliki tanah lebih dari 10.000 M2 pada Persil 20 Klas VI Kelurahan Kraton. Seorang tukang kayu bernama Rokib Samlawi, juga tiba-tiba menjadi tuan takur dan memiliki puluhan ribu meter persegi tanah di Kidul Dalam, Kelurahan Kraton. Yang berbatasan dengan Perumahan Halim dan Griya Utama.
Lalu, ada seorang pensiunan Kantor Dinas PU Mojokerto bernama Iskandar Zulkarnaen, warga Jalan Tengger I nomor 27 Mojokerto, yang tiba-tiba menjadi pemilih tanah seluas 3.340 meter persegi, di koher 609 persil 20 d VI di Kelurahan Kraton, yang kini sudah dipecah dan dijual menjadi 19 sertifikat. Belakangan, Iskandar Zulkarnaen mengatahui kalau namanya dicatut dan mendatangi Kantor Notaris Agus Kurniawan, karena merasa tidak pernah memiliki tanah di Bangkalan. Apalagi menandatangani 19 akta jual beli. Namun, notaris di Perumda itu tetap memprosesnya.
Iskandar Zulkarnaen juga akhirnya mengatahui kalau ada surat kuasa palsu dari dia kepada Evy Aisya, Lurah Kraton untuk mengurus sertifikat, memecah dan menjual tanah yang letaknya di pinggir sungai tersebut. ’’Sejak tahun 1974 sya tinggal di Mojokerto. Seumur hidup, saya tidak pernah punya tanah atau membeli tanah di situ. Tandatangan di surat kuasa atau akta jual beli itu palsu. Itu buka tandatangan saya,’’ tegas Iskandar, setelah ditunjukkan kwitansi pembelian tahun 1995, bahwa dia membeli tanah kepada Raden Singodali. Kwintansi jual beli itu palsu, dan sertifikat atas nama Iskandar Sukarno yang jadi dasar pemecahan 19 sertifikat di koher 609 persil 20 d VI di Kelurahan Kraton, semuanya adalah palsu.
Karena itulah, Iskandar kemudian melayangkan surat ke BPN Bangkalan, agar pemalsuan dokumen yang menyebutkan dirinya sebagai pemilik dan penjual tanah itu diluruskan. Namun, lagi-lagi BPN Bangkalan yang dikepalai Winarto menganggap laporan itu angin lalu, karena dugaan adanya hubungan khusus antara Winarto dengan mantan Lurah Kraton, Evy Aisya.
Iskandar juga mengaku sudah menemui Agus Kurnoiawan, notaris di Perumda Bangkalan pada Februari 2013, meminta agar semua yang ada tandatangannya di akta jual beli dibatalkan. Karena di tidak pernah memiliki tanah di Kelurahan Kraton. ’’Tapi ternyata oleh Pak Agus tidak dicabut dan diteruskan. Malah dia meminta bagian kavling kepada Bu Evy. Katanya, yang di akta jual beli itu bukan Iskandar saya, tetapi Iskandar semarang. Tapi alamat dan foto copy KTP nya punya saya semua, kan nggak bener itu,’’ sergah Iskandar.(tim)
Grafis sedikit
PEMILIK TANAH FIKTIF DI KELURAHAN KRATON
Soekarno, alamat Jalan Jokotole III Dalam Kampung RTVI/RW IV Kelurahan Kraton.
NIK : 3526010103660002. KTP Diterbitkan 4 April 2011.
KTP palsu tersebut erakhir 1 Mei 2016.
(FIKTIF).
Samodin. Alamat Jalan Jokotole III Dalam Kampung RT V/RW IV Kelurahan Kraton.
NIK : 3526011308380003. KTP diterbitkan 4 April 2011 (FIKTIF)
Nurjadin. Alamat Jalan Jokotole III Dalam Kampung RT V/RW IV Kelurahan Kraton.
NIK : 35260010706450001. KTP diterbitkan 4 April 2011 (FIKTIF)
Slamet. Alamat Jalan Jokotole IV / 51 RT V/RW IV Kelurahan Kraton.
NIK : 3526013006550004. KTP 12 November 2009. (DICATUT)
Nama lain yang dicatut atau namanya digunakan sebagai pemilik tanah adalah Dasino dan Iskandar Zulkarnaen.
PERSIL BERMASALAH DI KELURAHAN KRATON
Persil 20 Kelurahan Kraton
Persil 30 kelurahan Kraton
Persil 31 Kelurahan Kraton
Penulis : Risang Bima Wijaya
By : Jiddan