Sunatan Masal

myphoto_8.jpg

Bangkalan, maduracorner.com – Pekan lalu, Polres Bangkalan melakukan operasi tangkap tangan terhadap Pejabat Sementara (Pjs) Desa Bandang Dajah, Kecamatan Tanjung Bumi. Yakni, karena kasus pemotongan dana desa (DD) dan anggaran dana desa (ADD) di desa tersebut. Uang hasil potongan dana itu, nilainya Rp 281 juta. Nilai yang sangat besar untuk korupsi kelas kecamatan. Apalagi, uang itu hanya dipotong dari satu desa saja. Itu hanyalah puncak gunung es. Di Kecamatan Tanjung Bumi, terdapat 14 desa. Jelas tidak mungkin kalau yang dipotong hanya DD dan ADD di Desa Bandang Dajah Saja. Saya sangat yakin, kalau pihak Kecamatan Tanjung Bumi, memotong DD dan ADD di 14 desa tersebut.
Jika pemotongan DD dan ADD di Tanjung Bumi (anggaplah rata-rata) Rp 281 juta per desa, total korupsi di satu kecamatan saja nilainya tinggal mengalikan saja (Rp 281.000.000 x 14). Sungguh fantastis. Dan, logikanya, tidak mungkin juga yang dipotong hanya desa-desa yang ada di Kecamatan Tanjung Bumi saja. Sudah hampir pasti, dana DD dan ADD yang diterima seluruh desa di Kabupaten Bangkalan, juga dipotong. Jumlahnya pasti akan membuat mata terbelalak. Di Bangkalan, terdapat 273 desa. Coba saja dikalikan. Kelau menurut aplikasi kalkulator yang ada di smartphone saya, jumlahnya adalah; Rp 76.713.000.000 atau Rp 76 miliar.
Saya pun mencoba memperdalam logika yang sederhana. Dalam OTT korupsi DD dan ADD di Tanjung Bumi, dilakukan oleh Pjs Kepala Desa yang juga staf kecamatan. Dan lima staf kecamatan lain. Rasanya tak mungkin seorang staf kecamatan memotong dana DD dan ADD hingga Rp 281 juta per desa, tanpa ada perintah dari atasannya, atau camat Tanjung Bumi. Sekelas staf kecamatan, paling-paling hanya meminta sekadar uang rokok, bensin dan uang makan kepada para kepala desa. Bukan meminta dan memotong ratusan juta rupiah.
Logika sederhana itu memang benar, setelah sehari kemudian, polisi menangkap Camat Tanjung Bumi. Itu, setelah staf Kecamatan tanjung Bumi yang ditangkap ‘’bernyanyi’’, jika hasil menyunat dana DD dan ADD itu disetorkan kepada camat.
Seharusnya, logika sederhana tersebut juga berlaku pada camat Tanjung Bumi dan camat-camat lain di seluruh Kabupaten Bangkalan. Tidak mungkin camat menerima setoran hasi menyunat dana DD dan ADD hingga belasan miliaran rupiah, tanpa ada perintah dari atasannya. Siapa atasan langsung camat? Nampaknya tidak perlu saya terangkan di sini karena yang bisa berlogika pasti mengetahui siapa yang saya maksud. Khususnya, warga Bangkalan, juga sangat mengetahui kemana uang puluhan miliar hasil sunatan masal dana DD dan ADD di Kabupaten Bangkalan tersebut disetorkan. Masalahnya penegak hukum yang juga sangat memahami logika sederhana ini atau bahkan mengetahui muara kasus ini, kesulitan untuk membuktikan, meski mereka sangat ingin untuk membuka seluruh tabir sunatan masal dana DD dan ADD di Bangkalan.
Kasus lain, adalah ditahannya eks kepala bagian umum dan rumah tangga Pemkab Bangkalan, karena menyunat dana Rp 3,2 miliar. Rasanya, tak mungkin seiirang kepala bagian berani menyunat uang sebanyak itu, tanpa ada perintah dari atasannya. Apalagi, saat pemotongan tersebut terjadi, kepala bagian tersebut belum genap satu bulan menjabat di bagian yang lingkup tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)-nya termasuk mengurus dana untuk rumah tangga di rumah dinas Bupati Bangkalan.
Soal sunat menyunat masal di Bangkalan, sebenarnya bukan isu baru. Sudah lebh dari satu dekade, pemotongan uang negara di semua anggaran, sudah dilakukan. Mulai pemotongan dana APBD, dana proyek jasa konstruksi, pengadaan barang dan jasa, pemotongan dana-dana bantuan (BLT, pendidikan, sosial, ekonomi, dan lain-lain), pemotongan bantuan beras, pemotongan dana program provinsi dan bantuan nasional, serta banyak lagi sunatan-sunatan dana yang lain. Hampir semua yang berbau uang dan terendus masuk di Bangkalan, akan disunat, tak peduli darimana asal dana itu.
Saking masiv-nya sunatan di bangkalan, maka pemotongan-pemotongan dana (terutama di instansi pemerintahan daerah) dianggap wajar. Semua saling menutupi, saling melindungi, dan akhirnya saling sunat. Sunatan masal uang negara di Kabupaten Bangkalan dilakukan hingga ke bagian dan seksi paling bawah dalam sebuah instansi. Pemimpin tertinggi kabupaten memenggal dana daerah, pimpinan di bawahnya ikut menyembelih dana yang diterimanya, pimpinan di bawahnya lagi tak mau kalah ikut memotong dana yang jadi bagiannya, kemudian di bawahnya lagi tak mau kalah untuk ikut menyunat dana yang diterima.
Sunat menyunat uang negara di Kabupaten Bangkalan, akhirnya menjadi sebuah hal yang wajib. Kepala instansi, bawahannya, dan mitra kerja instansi, diwajibkan untuk memoting anggaran, untuk distor ke atas. Sunat menyunat di Kabupaten Bangkalan adalah hal wajib, atas perintah dari atas, ke bawah. Dan hasilnya disebut setoran wajib dari bawahan ke atasan.
Semakin pandai dan lihai menyunat, semakin cemerlang karir seorang pejabat di lingkungan birokrasi Bangkalan. Jika mitra kerja semisal kontraktor pintar menyunat dan banyak memberi setoran wajib, semakin banyak dia mendapat proyek. Sebaliknya, semakin kecil setoran, maka siap-siaplah pejabat itu ditendang ke jabatan di instasi paling kering dalam lingkungan birokrasi Bangkalan. Semakin sedikit setoran dari kontraktor atau mitra kerja lain, siap-siaplah menganggur.
Celakanya korupsi di Bangkalan akhirnya menjadi bukan hal yang tabu dan memalukan. Hampir seluruh pejabat di hampir semua instansi pemerintah di Bangkalan, melakukan korupsi, pungli, pemotongan dana, dan mengeruk uang negara. Baik dilakukan sendiri atau menerima hasil korupsi dari orang lain. Korupsi di Bangkalan sudah menjadi sebuah prestasi khusus dan bahkan sudah menjadi kebanggan untuk diceritakan, selama lebih dari satu dekade terakhir. Sebabnya, karena setiap terungkap kasus korupsi, kasusnya selalu jalan ditempat, dipetieskan, atau terakhir yang ditumbalkan adalah pejabat terbawah dari rantai korupsi tersebut.
Karena itulah, tidak salah jika kemudian dalam sau dekade, masyarakat anti korupsi di Bangkalan selalu berpikir pesimis dan sinis terhadap para penegak hukum yang ada di Bangkalan. Bahkan, sudah pada taraf pemikiran bahwa penegak hukum di Bangkalan adalah bagian dari korupsi yang ada di Bangkalan.
Maka, tak heran jika pekan lalu, saat Polres Bangkalan melakukan OTT kasus korupi dan Kejari Bangkalan menahan pejabat pelaku korupsi di Bangkalan, menjadi kabar sangat menggemberikan bagi masyakarat Bangkalan. Penangkapan dan penahaman pelaku korupsi dii Bangkalan, menjadi sesuatu yang menghebohkan dan menjadi sebuah berita besar, setelah selama satu dekade masyarakat tak pernah mendengar ada kasus korupsi yang terungkap di Bangkalan. Di Bangkalan, berita itu menjadi headline dan trending topik. Melalui media sosial, ribuan masyarakat Bangkalan, para netizen memberi tanggapan positif dan dukungan kepada Polres Bangkalan dan Kejari Bangkalan atas pengungkapan kasus korupsi di bangkalan.
Namun, selain pujian dan dukungan, masih tersisa rasa pesimistis dari masyarakat jika kasus korupsi tersebut takkan tuntas. Sebab kembali pada logika sederhana di atas, masyarakat masih pesimistis, jika gunung es korupsi di Bangkalan ini akan terungkap seluruhnya. Logika terakhir, takkan ada sunatan masal uang negara, jika tidak ada yang mengkoordinasi. Selama koordinatornya belum tertangkap, selama itu pula sunatan masal uang negara di Bangkalan masih akan terus terjadi.

Penulis : Risang Bima Wijaya

By : Jiddan

Pos terkait