BANGKALAN, maduracorner.com -Sidang lanjutan perampokan tanah Kohir 511 di Kelurahan Kraton, semakin menarik. Terungkap bahwa Titik Sundari tidak punya hak atas tanah Kohir 511 Kraton, seluas 17 ribu meter persegi, atas nama Sura Senawi. Sebab, ternyata Titik Sundari adalah anak dari ayah bernama Busrah, seorang pensiunan TNI AD. Titik Sundari bukan anak atau bukan ahli waris Sura Senawi dan bukan ahli waris tanah milik Sura Senawi.
Dalam bukti surat tanda pensiun dari TNI AD atas nama Busrah, disebutkan bahwa dalam masa perkawinan dengan Maidjah, dia dikaruniai dua anak, bernama Titik Sundari dan Agoes Wiluyo Santoso. ’’Jadi, Titik Sundari ini bukan anak dari Sura Senawi, pemilik tanah kohir 511 yang sekarang kita gugat,’’ tegas Arief Sulaiman, kuasa hukum warga penggugat.
Karena itu, diduga kuat jika surat keterangan waris yang dibuat Kelurahan Kraton tanggal 16 Februari 2016 yang menyebutkan bahwa Titik Sundari adalah anak dari Sura Senawi, adalah tidak benar, atau dipalsukan.
Demikian juga dengan Bambang Suwito Cipto, juga tercatat sebagai anak kandung dari Busrah, dengan ibu bernama Salima. Atau, antara Titik Sundari dan Bambang Suwito Cipto, adalah kakak beradik, satu bapak, namun lain ibu. ”Keduanya (Titik Sundari dan Bambang Suwito) bukan ahli waris dari Sura Senawi. Keduanya bukan anak Sura Senawi. Melainkan anak dari Busrah, yang sama sekali tidak punya hak atas tanah kohir 511, dan juga tidak berhak menjual tanah tersebut, seperti yang sudah dilakukan saat ini,’’ tandas Arief.
Dengan temuan bukti baru tersebut, makin jelas bahwa jual beli tanah kohir 511 yang luasnya hampir dua hektare tersebut, sarat rekayasa dan pemalsuan. Pertama, pemalsyan akta jual beli (AJB) tanggal 10 September 2016 antara Titik Sundari dan Bambang Suwito dengan pembeli Siti Fatonah. Kedua, pemalsuan KTP atas nama Bambang Suwito oleh Titik Sundari. Ketga, pemalsuan surat keterangan waris yang dibuat Kantor Kelurahan Kraton tanggal 16 Februari 2016.
Dalam sidang kemarin (Rabu, 23/11) selain diajukan bukti bahwa Titik Sundari bukan anak Sura Senawi, juga dimintai keterangan seorang saksi bernama Endah. Yakni, kakak ipar dari Titik Sundari. Terungkap pula, jika kesaksian yang disampaikan oleh Endah, ternyata telah direkayasa dan dikarang sebelumnya. Saat bersaksi, Endah menyatakan bahwa pada tahun 2005, anak dari Sura Senawi yang bernama Sadi datang ke rumahnya, dn meminta surat-surat. Namun, Endah mengaku tidak tahu surat-surat apa yang dimaksud. ’’Kata suami saya surat-surat tanah. Tapi saya tidak tahu surat-surat tanah yang seperti apa,’’ aku Endah, pada awalnya.
Karena itulah, kemudian majelis hakim menunjukkan kohir 511 atas nama Sura Senawi kepada Endah. ’’Apakah ini surat-suratnya?’’ tanya hakim Anastasia kepada Endah. Atas pertanyaan itu Endah mengiyakan. ’’Tadi katanya tidak tahu bentuk surat-suratnya, kok sekarang tahu?Ibu tahu darimana surat-surat ini? Siapa yang memberi tahu?’’ tanya hakim, lagi.
Endah sempat diam. HIngga dia akhirnya mengaku kalau semua kesaksiannya itu, diberitahu oleh Evi (mantan Lurah Kraton). ’’Cerita tadi (kesaksian) dan surat-surat ini, terus bilang begini, diberitahu Ibu Evi?’’ sergah hakim. ’’Ya, diberitahu Ibu Evi,’’ jawab Endah.
Setelah mendengar jawaban Endah bahwa isi dari semua kesaksiannya, telah diatur, majelis hakim menyukupkan pertanyaannya. Dari pihak penggugat dan tergugat juga tak memberikan pertanyaan tambahan kepada saksi Endah. ’’Kalau kesaksiannya diatur, untuk apa kita banyak bertanya,’’ sindir Arief Sulaiman, setelah sidang ditutup.
Menurut Arief, kesaksian yang diberikan Endah dalam sidang, harus dianggap tidak berharga, karena diatur dan direkaya, seperti diakui oleh saksi sendiri. ’’Makanya saat kita menanyakan siapa bapak dari Titik Sundari, atau mertua Endah sendiri dia memberikan pertanyaan berubah-ubah. Bapak Titik Sundari dia bilang Sura. Tapi, mertuanya namanya Busrah. Padahal Titik Sundari dan suaminya itu kan adik kakak, atau satu bapak,’’ ujar Arief.
Dia menduga bahwa keterangan saksi-saksi sebelumnya, juga telah diatur dan direkayasa. Seperti Abu Siri yang mengaku sebagai pemilik tanah kohir 511. ’’Orang yang bernama Abu Siri ini siapa? Kok tiba-tiiba muncul di pengadilan, beraksi dan mengatakan tanah yang sekarang kita gugat itu milik dia. Dia bukan anak Sura Senawi, bukan termasuk salah satu ahli waris, bukan penggarap, tidak pernah membeli, kok tiba-tba muncul dan bilang kalau itu tanah dia. Konyol,’’ sindir Arief.
Untuk sidang selanjutnya, pihak penggugat masih menunggu saksi-saksi yang akan diajukan oleh pihak tergugat. Sementara penggugat, masih akan memberikan bukti tambahan lagi kepada hakim, untuk memperkuat bahwa tanah milik Sura Senawi tersebut, telah dijual dengan cara-cara melawan hukum (palsu) oleh Titik Sundari dan Bambang Suwito.
Untuk diketahui, meski beberapa kali disebutkan jika akta jual beli yang dibuat Notaris Agung Teguh Sutanto tanggal 10 September 2016 palsu, namun hingga sekarang, keenam orang tergugat tidak pernah membantah dan menunjukkan akta jual beli tersebut. AJB yang didga palsu itu, hingga saat ini masih disembunyikan oleh pihak tergugat. ’’Mungkin mereka para tergugat takut menunjukkan AJB itu, takut ketahuan. Makanya, yang dimunculkan dipersidangan hanya akta pembatalan AJB. Itu kan sama saja, kalau ada akta pembatalan AJB, artinya kanAJB itu memang ada. Cuma tidak disembunyikan,’’ ujar Arief.
Seperti sering diberitakan, tanah-tanah warga di Kelurahan Kraton yang diserobot para mafia tanah, akhirnya masuk pengadilan. Dari empat kasus penyerobotan tanah dengan cara-cara palsu yang ditemukan, saat ini ada satu yang sudah diperkarakan dan disidangkan di PN Bangkalan. Yakni Kohir 511 atas nama Sura Senawi, seluas kurang lebih 17 ribu meter persegi.
Tanah tersebut, tiba-tiba dijual oleh orang bernama Titik Sundari dan Bambang Suwito. Padahal, kohir asli atas nama Sura Senawi sampai saat ini masih dipegang oleh anak dari Sura Senawi. Namun, diduga Titik Sundari memalsu surat waris, mengaku anak dari Sura Senawi dan menjual tanah tersebut, senilai Rp 700 juta, pada 10 September 2015.
Pemalsuan tersebut terungkap saat pihak BPN Bangkalan hendak menerbitkan Sertipikat atas tanah yang telah dijual tersebut. Berdasarkan berkas pengajjuan yang ada di BPN Bangkalan, dasar jual beli dan proses sertipikat yang diajukan adalah, bahwa Titik memiliki tanah itu atas dasar waris, sebagai anak dari Sura Senawi. Padahal, Titik Sundari adalah anak dari Busrah. Bukan anak dari Sura Senawi.
Sementara perkara gugatan perdata tengah berjalan di PN Bangkalan, saat ini pemalsuan-pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Titik Sundari tersebut, juga tengah diproses oleh Polda Jatim. Inforrmasi terakhir, kasus pemalsuan itu, sudah masuk proses penyidikan. Penyidik sudah melakukan pemeriksaan konfidensial, dan sudah menetapkan calon tersangka. (ris)
akut Ketahuan Palsu, AJB Disembunyikan
BANGKALAN-Meski sudah diketahui kalau tanah kohir 511 itu dijual dengan akta jual beli tanggal 10 September 2015 di Kentor Notaris Agung Teguh Sutanto, namun hingga sidang pembuktian, AJB tersebut tidak pernah muncul dalam persidangan. Justru, yang muncul adalah dua akta pembatalan yang berbeda. Yang menarik, dalam akta pembatalan jual beli yang juga dibuat Notaris Agung Teguh tersebut, tandatangan Bambang Suwito diwakili oleh Titik Sundari.
Dalam sidang kemarin, Bambang Suwito menanyakan hal itu kepada saksi Evy. ’’Siapa yang menandatangani akta jual beli dan mengaku bernama Bambang Suwito tersebut?’’ ucap Bambang. Padahal, sambungnya, dia tidak pernah datang ke Kantor Notaris Agung dan tidak pernah menandatangani akta jual beli.
Meski tidak menyebut tandatangannya dipalsu atau AJB nya palsu, namun Bambang menegaskan bahwa bukan dirinya yang datang dan menandatangani akta jual beli. Apalagi menerima uang jual beli senilai Rp 700 juta.
Malah, dalam sidang kemarin, perkara terseut semakin menarik setelah Abu Siri mengaku bahwa dialah pemilik asli tanah tersebut. Tapi, dijual oleh Titik Sundari dan Bambang Suwito. Meski demikian, Abu Siri mengaku tidak keberatan walaupun tanah miliknya itu dijual oleh Titik dan Bambang. ’’Ini aneh, sekarang Abu Siri yang mengaku pemilik tanah. Sebelumnya, dalam jawaban gugatan dan lain-lain pihak Titik Sundari dan Bambang yang mengaku sebagai pemilik tanah Kohir 511. Proses jual beli dan sertifikasi tanah kohir 511 ini benar-benar tidak beres,’’ tukas Zaini.
Pada 2015 yang mengukur dan menentukan titik batasnya mantan lurah. Lurahnya tidak tahu apa-apa, tapi hanya melegalisir dan membuatkan surat waris pada Februari 2016. Lurahnya tidak punya buku letter C, tapi melegalisir bahwa fotocopy letter C itu telah sesuai dengan aslinya.
Lalu, Abu Siri mengaku tidak datang waktu mediasi di BPN Bangkalan tanggal 10 Desember 2015. Padahal, ungkap Zaini, dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa saat itu Abu Siri datang dalam mediasi, bahkan banyak bicara. ’’Yang datang waktu mediasi itu antara lain; Camat Bangkalan, Salman; Lurah Kraton, M Imbran; Sekkel Kraton, Zainal; saudari Evy Aisya; lalu Titik Sundari; Abu Siri; dan Bambang Suwito yang diwakili oleh pengacara bernama Badri,’’ ujar Zaini.
Dari pihak penggugat, diwakilkan atau dikuasakan kepada Fathurrahman Said dan Achmad Zaini. Mediasi, dipimpin langsung oleh Kepala BPN Bangkalan, Winarto. Dari pihak pemmbeli yang datang langsung Siti Fatonah. ’’Kok sekarang ngomong semua lupa tentang mediasi tersebut, aneh. Benar-benar aneh dan tidak beres,’’ tegas Zaini.
Ketidak beresan lain, AJB tanggal 10 September yang jadi dasar proses sertifikasi itu sampai saat ini tidak muncul dalam persidangan. Yang muncul adalah dua akta pembatalan jual beli, yang tidak mencantumkan nilai transaksi dan tandatangan salah satu pihak diwakilkan kepada orang lain. ’’Kalau ada surat atau akta pembatalan jual beli, artinya ada akta jual beli yang dibatalkan itu. Lalu,, kalau memang proses sertifikasinya telah dibatalkan oleh BPN, harusnya juga ada berita acara pembatalan sertfikasi,’’ ujar Zaini.
Jangan-jangan, duga Zaini, BPN Bangkalan ikut “bermain” , yaitu dengan sengaja tidak membuat berita acara pembatalan sertifikasi. ’’BPN gambling, kalau gugatan kalah sertifikatnya tetap dilanjutkan, kalau kalau baru dibuatkan berita acara pembatalan. BPN lah kunci dari perkara ini, tapi jadi aneh ketika BPN ikut bermain. Ada yang tidak beres,’’ sergah Zaini.
Kemugkinan, pihak penggugat akan mengajukan bukti rekaman video saat dilakukan mediasi di BPN Bangkalan pada 10 Desember 2015. Dalam video berdurasi 09.47 tersebut, tampak Kepala BPN Bagkalan Winarto memperkenalkan Abu Siri, yang hadir dalam mediasi tersebut. Lalu, dierkenalkan Evy yang saat itu datang sebagai perantara jual beli antara Titik Sundari dengan Siti Fatonah. ’’Ini ibu Evy, dia minta diundang karena yang memperkenalkan pembeli Ibu Fatonah dengan penjual Ibu Titik,’’ kata Winarto, dalam video tersebut.
Sayangnya, hingga saat ini BPN Bangkalan tidak membuka berkas-berkas berkaitan dengan proses sertipikat tanah yang disengketakan itu. ’’Mungkin memang benar kalau BPN ikut bermain dalam banyak kasus-kasus tanah di Bangkalan. Salah satunya, kasus yng saat ini kita gugat. Karena tanpa peran BPN, tidak mungkin semua rekayasa ini bisa dilakukan,’’ tukas Achmad Zaini, kuasa hukum penggugat. (ris)
By Jiddan