Terungkap, AJB Palsu Kraton


Bangkalan, maduracorner.com -Setelah beberapa kali disidangkan di PN Bangkalan, banyak terungkap fakta dibalik perampokan besar-besaran tanah warga di Kelurahan Kraton, Bangkalan. Selain pemilik fiktif eks Kantor Kelurahan Kraton, terugkap pula bahwa pemilik tanah seluas 17.470 meter persegi di Kelurahan Kraton, yang kini digugat di PN Bangkalan, ternyata penduduk fiktif.

    Bambang sendiri kini digugat oleh 7 warga, katena namanya tercantum dalam akta jual beli (AJB) tanah kohir  511 Persil 31 Klas D VI di Kraton. Dengan transaksi Rp 700 juta. AJB itu   ditandatangi di Kantor Notaris Agung.  “Padahal saya tidak pernah merasa menjual, meneken akta, dan menerima uang,” ungkap Bambang Suwito.

      Setelah menjalani beberapa kali sidang, terungkaplah bahwa nama Bambang Suwito yang beralamat di Kelurahan Bancaran, ternyata adalah penduduk fiktif. Hal itu terungkap, setelah Bambang yang sebenarnya hadir di  PN Bangkalan. Pemilik sebenarnya sesuai yang tercantum dalam buku tanah Kelurahan Kraton , ternyata adalah Bambang Suwito Cipto, yang beralamat dan berdomisili di Blora, Jawa Tengah. 

     Dan, selama ini Bambang SC tdak pernah merasa menjual, menandatangani akta jual beli di Kantor Notaris Agung, dan tidak merasa pernah menerima uang Rp 700 juta dari siapapun, dari hasil menjual tanahnya. ’’Kalau saudara saya yang bernama Titik Suundari ini memang benar, alamatnya juga benar di Kelyrahan Bancaran. Tapi, saya tidak pernah tinggal dan punya KTP di Kelurahan Bancaran. Nama saya juga bukan Bambang Sucipto,’’ tegas Bambang.

      Hal itu juga dituangkan Bambang SC dalam jawaban tertulis saat persidangan di PN Bangkalan. Bahkan, saat dilakukan mediasi di Badan Pertanahan Bangkalan pada Desember 2015 lalu, Bambang SC tidak pernah merasa memberi kuasa kepada siapapun untuk melakukan mediasi atas nama dia di BPN Bangkalan. Tapi kemudian Bambang SC mendengar bahwa kehadirannya di BPN Bangkalan kala itu, diwakili oleh orang lain, dengan surat kuasa yang katanya dibuat olehnya.

     Bambang mengatakan bahwa tidak ada nama Bambang lain yang berkaitan dengan tanah yang kini disengketakan di N Bangkalan tersebut. Bambang Suwito yang ada dalam akta jual beli yang dibuat Norais Agung adalah Bambang palsu, yang datang dengan KTP aspal, mengaku bernama Bambang, dan mengaku sebagai pemilik tanah.

    Yang lebih mengejutkan, menhurut Bambang, saudara perempuannya yang berana Titik, hanya menerima uang Rp 50 juta saja dari jual beli tersebut. ’’Saudara saya juga tidak pernah merasa menjual. Bahkan, dia tidak tahu dimana letak tanah dan sebelah mana tanah yang dijual tersebut,’’ kata Bambang.

     Namun, sambung dia, saudaranya yang bernama Titik Sundari, terus mendapatkan intimidasi dann diminta untuk mengaku kalau benar-benar telah menandatangani akta jual beli, atas tanah miliknya. Dan ditekan untuk mengaku kalau telah menerima uang Rp 700 juta. ’’Kami ini orang awam yang tidak faham. Titik Sundari terus diancam dan ditakut-takuti akan dipenjarakan kalau tidak mengaku menjual dan tidak mengaku menerima uang. Padahal, diia tidak tahu-menahu dan hanya disodori uang Rp 50 juta, yang katanya sisa penjualan tanah milik kakeknya,’’ urai Bambang.

     Sebenarnnya, tanbah Bambang, dia juga banyak mendapat ancaman dan intimidasi, dan disodori banyak kertas untuk ditandatanganinya, dan juga diiming-imingi uang Rp 50 juta. Naun, dia menolak, karena tahu kalau semua tidak benar. ’’Kalau saya dan Titik pemilik tanah dan yang menjual tanah hanya menerima masing-masing Rp 50 juta, lalu siapa yang menerima uang Rp 600 juta? Siapa yang menjual, dan siapa yang mengaku bernama Bambang dan mengaku bernama Titik kemudian meneken akta jual beli di notaris?’’ sergah Bambang.

     Karena itulah, dia berencana untuk melapor kasus ini secara pidana. Jika memang diperlukan, dia akan memidanakan Titik Sundari, yang telah memasukkan namanya ke dalam Kartu Susunan Keluarga dengan alamat di Kelurahan Bancaran. Dua berharap, dari laporan tersebut, terungkap siapa sebenarnya yang telah memalsu KTP dan KSK atas nama dia, dari keterangan Titik Sundari.    

   ’’Karena Titik Sundari sebenarnya juga adalah korban mafia tanah di Kelurahan Kraton. Dan Titik sendiri tidak tahu menahu soal jual beli dengan cara-cara yang kita duga palsu itu,’’ tegas Bambang. Dalam tanah yang dirampok dengan cara-cara palsu dengan menyatut namanya tersebut, terdapat hak dua anak yatim yang masih balita, anak dari saudaranya yang sudah almarhum. 

    ’’Saya tidak tinggal di Bangkalan, tidak punya KTP Bangkalan, tidak punya KSK Bangkalan, tidak pernah meneken akta jual beli tanah waris saudara-saudaranya, tidak pernah menerima uang. Dan saya bukan Bambang Suwito yang ber KTP Kelurahan Bancaran atau tinggal satu alamat dengan Titik Sundari. Saya ber KTP dan tinggal di Blora, Jawa Tengah,’’ tukas Bambang. Kalau yang meneken akta jual beli atas nama Bambang Suwito ber KTP Bancaran, Bangkalan itu ada, silahkan datang dan tunjukkan. Kami yakin Bambang Suwito itu palsu dan tidak ada (fiktif, Red),’’ tandasnya.

    Untuk mengingatkan, perampokan tanah negara seluas puluhan hektare di Keluahan Kraton yang erjadi sejak 2010 hingga 2015 terungkap jelas pada Desember 2015. Yakni ketika beberapa warga datang ke BPN, mengaku bahwa tanah-tanah mereka telah berpindah tangan, padahal mereka tidak pernah merasa menjual. 

    Salah satu kasusnya masuk ke PN Bangkalan, setelah tujuh warga Kraton, yang mengklaim pemilik asli dari tanah 17.470 meter persegi di Kelurahan Kraton, mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Bangkalan. Mereka adalah ahli waris dari tanah kohir  511 Persil 31 Klas D VI di Kraton, yang pada September 2015 tiba-tiba berpindah tangan kepada Titik Sundari dan Bambang Suwito.

      Perpindahan tangan tersebut diduga dilakukan dengan cara memalsu data dan dokumen tanah Kraton. Pemalsuan dan manipulasi data tanah di Kelurahan Kraton. Menariknya, Lurah Kraton yang menjabat sejak 2013, Mohammad Imbran mengaku kalau sejak menjabat hingga sekarang dia tidak pernah memiliki buku tanah atau buku letter C Kelurahan Kraton. 

    Dalam gugatan nomor 10/Pdt.G/2016/PN.Bkl, disebutkan bahwa jual beli yang dilakukan di notaris Agung Teguh Sutanto hanya didasarkan pada foto copy lembaran letter C, yang dilegalisir oleh Lurah Kraton, sehingga seolah-olah data tanah tersebut benar.

     Kemudian dengan akta jual beli, bahwa tanah itu dijual tanah adalah Titik Sundari dan Bambang Suwito.  ’’Yang kami gugat di sini adalah Titik dan Bambang, atas dugaan perbuatan melawan hukum karena menjual tanah yang bukan haknya dengan cara-cara melanggar hukum, memalsu data-data tanah atas bantuan orang orang lain,’’ kata kuasa hukum warga, Arif Sulaiman SH. HIngga sambungnya, dalam perkembangan persidangan, diketahui kalau orang yang bernama Bambang Suwito diiduga tidak pernah ada alias fiktif.

     
PERAMPOKAN tanah di kohir 511 tersebut terungkkap ketika terbitnya pengumuman dari BPN Bangkalan, tanggal 19 Oktober tentang hasil ukur nomor NIB 00994 di kohir Nomor 511 Klas D IX Kelurahan Kraton, seluas 14.081 atau hampir satu setengah hektare. Atau dijual sebagian. 

     Dalam mediasi di BPN Bangkalan, Titik Sundari sempat mengatakan jika dia tidak tahu soal pembayaran uang, jual beli tanahnya itu. Lantas siapa yang menuliskan nama Titik Sundari dan Bambang dalam buku letter C sebagai pemilik lahan? Saat akan diterbitkannya sertifikat atas tanah itu oleh BPN ternyata Kohir 511 persil D IX tersebut, masih dipegang dan berada di tangan warga, atau pemilik asli. 

    Berawall dari sengketa itu, kemudian terungkap pula jikakepemilikan tanah seluas 10.791 di Kohir 511 Persil D IX, Kelurahan Kraton, sesuai pengumuman BPN Bangkalan tanggal 26 Agustus 2015, juga dilakukan dengan cara-cara palsu. Nama pemiliknya ada, tidak fiktif, namun dia hany berprofesi sebagai tukang becak dan namannya hanya dicatut dan dipaksa mengaku sebagai pemilik tanah itu. Tanah itu juga dijual, namun tukang becak yang buta huruf itu tidak pernah menerima uang.

    Perampokan tanah Kelurahan Kraton yang lain adalah tanah seluas 3.340 meter persegi di Kampung Kidul Dalam, yang dicaplok, dan diatasnamakan orang lain, dengan data-data yang dipalsu. Pemilik yang tercantum sebagai pemilik tanah itu, yakni Iskandar Zulkarnaen tinggal di Jalan Tengger I, Mojokerto, ketika dikonfrmasi koran ini, mengaku tidak pernah tinggal di Bangkalan dan tidak pernah memiliki apalagi menjual tanah di Kelurahan Kraton. ’’Sejak 1973 saya hidup di Mojokerto, tidak pernah punya tanah di Bangkalan dan menjual tanah di Bangkalan,’’ tegas pensiunan Dinas Pekerjaan Umum Mojokerto tersebut. Kini, tanah-tanah yang diatas namakan Iskandar itu telah pecah menjadi 19 sertifikat atau dikavling. Siapa yang menjual dan mengkavling?     

     Tak hanya itu, eks Kantor Kelurahan Kraton ternyata telah berpndah tangan atas nama Suarno. Dan, dipastikan kalau pemilik Kantor Kelurahan Kraton atas nama Suarno ber KTP Jalan Jokotole Gang III Dalam Kampung, adalah fiktif. ’’Kampung itu tidak ada di Kelurahan Kraton. Tidak ada alamat itu. Kami pastikan itu adalah KTP tahun 2012 itu palsu,’’ tegas Lurah Kraton, Mohammad Imran, saat dikonformasi koran ini.

   Kantor Kelurahan, tiba-tiba berpindah tangan. pada Februari 2013, BPN Bangkalan menerbitkan sertifikat hak milik nomor 1913 Kelurahan Kraton atas nama Sukarno. Untuk menegaskan bahwa Sukarno adalah fiktif dan kampung atau dusun di Jl Jokotole III Dalam Kampung RT. 05/RW.04, adalah fiktif, Imran menerbitkan surat keterangan nomor 474/23/433.401.5/2014 tertanggal 23 Desember 2014, bahwa nama Sukarno dengan KTP dengan NIK : 352601 010366 0002, adalah palsu.

     Pendaftaran pengukuran, tanah yang jadi Kantor Kelurahan Kraton tersebut, pendaftar pengukurnya bernama Slamet, warga Jalan Jokotole V Nomor 51. Slamet sendiri hingga saat ini masih hidup, dan tidak pernah merasa memiliki tanah yang dijadikan Kantor Kelurahan Kraton yang letaknya di Jalan Jokotole III nomor 10 tersebut. ’’Saya tidak tahu apa-apa. membaca saja saya tidak bisa, apalagi sampai ngurus-ngurus pengukuran dan sertifikat,’’ aku Slamet.  Bahkan, Slamet yang warga asli Sampang itu, sama sekali tidak merasa pernah mendaftarkan pengukuran atas tanah yang ditempati Kantor Kelurahan Kraton.

      Padahal, dalam peta bidang tanah Nomor 1564 yang dikeluarkan BPN Bangkalan, jelas terulis Slamet dengan KTP yang sama, yang mendaftarkan pengukuran tanah, pada 11 Agustus 2011. Dan jelas pula, dalam peta bidang itu tertulisl, penggunaan tanah adalah Balai Desa Kraton. Peta bidang itu, kemudian disahkan BPN Bangkalan pada 10 Januari 2012. Dan sertifikatnya diterbitkan dengan nomor 1913 tanggal 2 Januari 2013. Bama pemiliknya, bukan Slamet, tetapi Sukarno. Nah, Sukarno sendiri sama sekali tidak terlibat atau muncul batang hidungnya, termasuk saat mengusir perangkat Kelurahan Kraton, karena Sukarno adalah penduduk fiktif yang diciptakan oleh Lurah Kraton, untuk menguasai da  menjual Kantor Kelurahan Kraton.

    Saat ini, diduga kuat, tanah eks kelurahan Kraton tersebut sudah berpindah tangan kepada orang lain. Dan, tentu saja dengan akta jual beli yang pasti dipalsukan. Sebab, akta jual beli itu pasti dibuat tanpa kehadiran Sukarno. Keluarga Sukarno yang lain yang disebu bernama Ningsih dan Ninti, ternyata diketahui kalau juga masuk dalam kartu susunan keluarga lain. Atau, KSK Sukarno tersebut juga dipastikan palsu. 

(demi orang-orang miskin yang tanah leluhurnya dirampok mafia tanah)

Penulis : Ris

By : Jiddan

Pos terkait